Kalteng Banjir Lagi, Walhi Kalteng Minta Audit Lingkungan

canalberita.com – Menuju penghujung tahun 2021, sejumlah wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali diterjang banjir. Tahun ini banjir telah berulang kali mengepung Bumi Tambun Bungai, Bumi Pancasila. Belum habis dampak banjir bulan September, banjir tidak kalah besarnya kembali datang di bulan November.

Banjir kali ini bahkan turut tenggelamkan ibukota provinsi, Kota Palangka Raya. Banjir yang berulang kali terjadi tahun ini harusnya dijadikan landasan pemerintah untuk mengambil langkah tegas membenahi kebijakan lingkungan dan perizinan di Kalteng.

Curah hujan dengan intensitas tinggi terjadi diberbagai daerah di Kalteng sejak awal November 2021. Menurut Laporan Harian Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 – 17 November 2021, banjir melanda wilayah-wilayah di Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kapuas dan Kota Palangka Raya. Sebanyak 26.336 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 81.661 jiwa terdampak di wilayah tersebut dan ratusan orang mengungsi.

Akses jalan terputus dan tidak kurang dari 25.549 unit rumah terendam. Ketinggian muka air mencapai 10-110 cm dan masih terus mengalami kenaikan. Puluhan fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan fasilitas ibadah terdampak, sehingga mengganggu mobilitas warga dan jalannya ekonomi dan bisnis. Dampaknya, Kota Palangka Raya kembali menetapkan status siaga darurat bencana banjir melalui Keputusan Walikota Palangka Raya No. 188.45/345/2021 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Bencana Banjir di wilayah Kota Palangka Raya tahun 2021 pada 12 November 2021.

Kejadian banjir yang kembali berulang tahun ini, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng merupakan pertanda nyata kondisi lingkungan yang semakin kritis di Kalteng.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Dimas N Hartono mengatakan, banjir yang kini terjadi di berbagai wilayah di Kalimantan Tengah harusnya dijadikan indikator bagi Pemerintah Daerah bahwa Kalteng saat ini sudah berada diambang titik krisis ekologis.

Menurut Dimas, Pemerintah harus segera melakukan audit terhadap kondisi lingkungan di Kalteng, bukannya saling lempar tanggung jawab. Dengan melakukan audit lingkungan, perizinan perusahaan-perusahaan yang menjalankan aktivitas eksploitasi sumber daya alam skala besar juga akan dilakukan evaluasi.

Dimas mengapresiasi gerakan rakyat bantu rakyat yang telah berjalan. “Kami sangat mengapresiasi tindakkan dari berbagai elemen masyarakat yang gencar memberikan bantuan sebagai sukarelawan kepada setiap korban banjir. Ini merupakan nilai positif sebagai upaya warga bantu warga. Namun, kami tetap mendorong agar pemerintah bisa segera mengeluarkan kebijakan yang menyentuh pokok persoalan seperti banyaknya penguasaan lahan skala besar di Kalteng,” ujarnya melalui rilis yang dikirimkan.

Sementara, Kepala Departemen Pendidikan dan Organisasi Walhi Kalteng, Bayu Herinata menegaskan, kondisi lingkungan di Kalteng harus menjadi fokus utama pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka pembangunan.

“Bencana ekologis yang terus berulang terjadi saat ini tidak terlepas dari penurunan kondisi lingkungan hidup. Berdasarkan pemantauan kami, deforestasi alih fungsi hutan dan gambut untuk proyek food estate di Gunung Mas maupun Pulang Pisau, juga adanya pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di sepanjang daerah aliran sungai besar di Kalteng, yang terjadi dari hulu sampai hilir, berdampak pada memburuknya daya tampung dan daya dukung lingkungan di Kalteng,” sebut Bayu Herinata. (CNB*)