JAKARTA,CanalBerita-Para orang tua di seluruh dunia tengah berdebat mengenai kapan sebaiknya memberikan telepon pintar kepada anak-anak mereka, lantaran makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa telepon pintar dapat berdampak negatif pada kesehatan mental anak-anak.
Penelitian menunjukkan, kesehatan mental anak lebih buruk saat mereka pertama kali mendapatkan telepon pintar. Hal ini menurut studi Sapien Labs yang diterbitkan tahun 2023 lalu, di mana penelitiannya menggunakan data dari 27.969 anak muda berusia 18-24 tahun di 41 negara.
Melansir CNBC Internasional, menurut penelitian tersebut ada sekitar 74% anak perempuan yang menerima telepon pintar pertama mereka pada usia 6 tahun mengatakan, mereka merasa tertekan atau sedang berjuang. Angka ini menurun menjadi 52% bagi mereka yang mendapatkan telepon pintar pertama mereka pada usia 15 tahun.
Sementara itu, 42% anak laki-laki yang mendapatkan telepon pintar pertama mereka pada usia 6 tahun mengalami perasaan tertekan atau kesulitan, dan ini berkurang menjadi 36% bagi mereka yang menerima telepon pintar pada usia 18 tahun.
Namun, ponsel pintar telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari umat manusia di dunia, di mana saat ini semuanya serba daring, sehingga membuat banyak orang tua ingin memberikan perangkat kepada anak-anak mereka, agar mereka dapat melacak lokasi dan tetap berhubungan dengan anak-anaknya saat mereka meninggalkan rumah.
Zach Rausch, seorang ilmuwan peneliti di Sekolah Bisnis Stern Universitas New York dan juga sekaligus peneliti utama untuk buku terlaris No. 1 New York Times karya Jonathon Haidt, “The Anxious Generation” mengatakan, sangat penting untuk menjauhkan telepon pintar dari anak-anak praremaja.
“Kami menyarankan dalam buku tersebut untuk menunda penggunaan ponsel pintar di AS (Amerika Serikat) hingga sekolah menengah, yaitu sekitar usia 14 tahun,” kata Rausch kepada CNBC Make It dalam sebuah wawancara, dikutip Sabtu (20/7/2024).
“Media sosial, kami sarankan untuk menundanya hingga usia 16 tahun, jadi sedikit lebih tua. Kemudian kami mengusulkan sekolah tanpa telepon seluler, minimal dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama di AS, namun idealnya juga hingga sekolah menengah atas,” imbuhnya.
Hal ini terjadi ketika organisasi akar rumput yang mengadvokasi penundaan pemberian telepon pintar kepada anak-anak mulai mendapat perhatian di seluruh dunia.
Baik Smartphone Free Childhood di Inggris, yang didirikan setelah sebuah postingan tidak sengaja di media sosial yang menjadi viral pada bulan Februari, dan sekarang memiliki hampir 70.000 pengikut Instagram di seluruh dunia. Serta, Delay Smartphones di AS yang mengutip penelitian dan rekomendasi dari Rausch dan Haidt.
Namun, beberapa akademisi dan ilmuwan masih belum yakin akan hubungan sebab akibat antara ponsel pintar dan kesehatan mental yang buruk. Awal tahun ini, profesor psikologi Christopher Ferguson mengatakan, kekhawatiran tersebut merupakan bentuk terbaru dari kepanikan moral yang berulang yang membuat orang tua “panik” dengan teknologi baru dan tidak dikenal.
Momen yang Tepat
Bagi Rausch, usia yang direkomendasikan yaitu 14 tahun untuk telepon pintar dan 16 tahun untuk media sosial itu penting karena beberapa alasan utama.
“Yang pertama adalah di Amerika Serikat, kami ingin menyingkirkan ponsel dari sekolah menengah, karena pada masa itu Anda berada di awal masa pubertas, saat Anda sangat sensitif dan tidak aman. Ini sudah masa yang sulit, kami tidak perlu menambahkan ponsel di sana,” jelasnya.
Sekolah Menengah Pertama biasanya mencakup kelas enam hingga delapan, atau anak-anak berusia antara 11 dan 14 tahun yang pada dasarnya, tahun-tahun praremaja yang ditakuti.
Rausch mengatakan bahwa ini adalah “periode kerentanan tertinggi selama masa pubertas.” Ia menambahkan bahwa di kelas tujuh, yang berusia sekitar 12 hingga 13 tahun, terjadi paling banyak perundungan dibanding kelas lainnya, sehingga menunda penggunaan telepon pintar sama halnya dengan mencegah meluasnya masalah tersebut.
Rausch mengakui, usia yang disarankan dalam The Anxious Generation dalam beberapa hal bersifat sewenang-wenang, tetapi mereka mencoba untuk menetapkan norma kolektif yang dapat disetujui dan diikuti oleh para orang tua.
“Jika kita bisa sepakati bersama, maka akan lebih mudah untuk bertindak,” jelasnya.
“Jadi jika kita menundanya hingga usia 14 tahun, yang merupakan permintaan yang wajar, kita dapat membantu setidaknya untuk mengeluarkannya dari usia yang lebih muda, yang mana kita lihat adalah semakin banyak anak berusia 10 tahun dan enam tahun yang sudah memiliki perangkat pribadi mereka sendiri,” tutup Rausch.
sumber:cnbcindonesia