Seringkali Tuduhan Deforestasi Ditujukan Ke Petani Sawit, Padahal..

JAKARTA,canalberita.com- Upaya Kejaksaan Agung dalam penetapan tersangka Surya Darmadi, dalam dugaan tindak pidana korupsi suap revisi fungsi perhutanan Provinsi Riau ke Kementerian Kehutanan, layak diapresiasi karena menyelamatkan negara dari kerugian terbesar dalam kasus tindak pidana korupsi di sektor kehutanan.

“Ini juga harus menjadi momentum bagi Pemerintah untuk melakukan Penegakan Hukum yang sama terhadap berbagai kasus penyerobotan Kawasan hutan secara illegal lainnya di wilayah sentra sawit,” katanya dalam keterangan pers diterima InfoSAWIT, Kamis (18/8/2022).

Lebih lanjut tutur Darto, kasus seperti ini seringkali melibatkan para pemodal dan penguasa yang dengan menggunakan kewenganannya melakukan korupsi di sektor kehutanan maupun dalam pembangunan perkebunan sawit.

Kasus penyerobotan Kawasan hutan seperti ini bahkan sudah menjadi persoalan laten di kedua sektor tersebut, sehingga penegakan hukum harus dilakukan untuk menindak tegas pelaku perusakan hutan dan lingkungan yang hingga saat ini masih berlangsung. Penegakan hukum juga diperlukan untuk memperbaikan tata kelolanya ke depan baik di kehutanan maupun dalam pengembangan perkebunan sawit.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa tuduhan deforestasi illegal pada industri sawit nasional yang dikuasai oleh aktor-aktor pemilik modal inilah yang berimbas pada petani sawit. Padahal petani hanyalah korban dalam dinamika klaim oleh pelaku usaha bisnis besar, bahwa petani kecil adalah pelaku deforestasi.

Darto mengatakan bawah konflik pada Kawasan hutan ini memang tipologinya cukup bergam, mulai dari penyerobotan Kawasan hutan, tumpang tindih kebun sawit petani dengan Kawasan hutan, tumpang tindih dengan HGU atau perizinan lainnya, dan lain-lain. Akan tetapi, data terkait deforestasi illegal pada Kawasan hutan sebenarnya sudah ada, tinggal komitmen dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengindentifikasi serta penyelesainnya, siapa yang menguasai lahan tersebut dan bagaimana keterlibatan aktor-aktor di dalamnya serta relasinya terhadap penguasa yang memiliki kewenangan dalam membuat dan mengambil kebijakan.

Lantas, diperlukan definisi dan karateristik yang jelas tentang petani seperti apa yang perlu dilindungi oleh negara. Sehingga dalam penyelesaiannya tidak akan memberikan peluang bagi kepentingan dari actor actor tertentu yang mengatasnamakan sebagai petani sawit.

Perlu diketahui bahwa Kementerian Pertanian sudah merilis luas tutupan sawit di Indonesia sebesar 16,3 juta hektar. Selain itu, terdapat aturan lain yang menjelaskan skala luasan bagi pekebun sawit adalah kurang dari 25 hektar dan terdapat sebanyak 6,72 juta hektar. Berdasarkan data analisis citra satelit Yayasan Auriga Nusantara dan SPOS Indonesia menyebutkan hanya 1,9 juta  hektar perkebunan rakyat kurang dari 25 hektar. Dengan kata lain, 4,8 juta hektar bukan masuk kategori petani atau pekebun sawit, tetapi masuk kedalam kategori Perusahaan Kecil dan Menengah.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa yang menarik dari kajian tersebut juga menyebutkan, hanya 750 ribu hektar untuk kategori petani sawit kurang dari 25 hektar masuk dalam Kawasan Hutan dengan beragam masalah dan karakteristik di dalamnya. Ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan luasan lebih dari 25 hektar termasuk perusahaan perkebunan.

“Berdasarkan data penguasaan sawit dalam Kawasan hutan di atas, maka sudah seharusnya Pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan audit kembali terhadap penguasaan tanah skala luas di dalam kawasan hutan serta mengambil tindakan hukum yang tegas bagi para pelaku deforestasi illegal dalam Kawasan hutan yang berpotensi telah merugikan negara,” tegas Darto.

Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama Canalberita.com dengan infosawit.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, 
grafis,  video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab infosawit.com.