Harga CPO Terpengaruh DMO

JAKARTA, canalberita.com – Lantaran masih melakukan adaptasi dalam penerapan kebijakan DMO, maka para produsen minyak sawit tidak bisa langsung melakukan kegiatan ekspor minyak sawit, kendati pelarangan ekspor minyak sawit telah dihentikan semenjak 23 Mei 2022 lalu.
Kejadian ini tentu saja membuat pasokan minyak sawit di dunia menjadi tidak menentu dan mempengaruhi harga CPO di dunia, misalnya saja Harga minyak sawit di Bursa Berjangka Malaysia mencapai level tertinggi dalam tiga minggu terakhir hingga Jumat (27/5/2022) lalu, dan diperkirakan harga minyak sawit akan bisa kembali melambung menyusul pasar minyak sawit di Dalian yang terus terdongkrak akibat pasokan yang terbatas, lantara pemenuhan pasokan minyak sawit dari Indonesia belum bisa dilakukan.
Kontrak minyak sawit acuan FCPOc3 untuk pengiriman Agustus 2022 di Bursa Malaysia Derivatives Exchange naik RM 124 per ton, atau naik sekitar 1,90%, menjadi RM 6.657 (US$1.519,52) per ton pada awal perdagangan. Dalam periode satu minggu sebelumnya, harga minyak sawit telah melonjak 8,9%.

Sebelumnya bahkan melalui surat terbukanya ke beberapa media, pengamat minyak sawit sekaligus Direktur di Godrej International yang berbasis di India, Dorab Mistry, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melanjutkan kegiatan ekspor minyak sawitnya, setelah sebelumnya melakukan kebijakan pelarangan ekspor selama tiga pekan.

Dengan belum dilakukannya kegiatan ekspor minyak sawit dari Indonesia, lantaran menunggu rincian aturan penjualan domestik (DMO), Dorab memperkirakan bakal menyebabkan “malapetaka” bagi ekonomi petani sawit, bahkan bisa menimbulkan bencana besar lantaran persediaan (stok) minyak sawit Indonesia mencapai rekor tertinggi melebihi tujuh juta ton.

“Bila kegiatan ekspor tidak segera dilakukan pada akhir Mei, diperkirakan semua tangki penyimpanan minyak sawit akan penuh dan industri akan terhenti,” catat Dorab dalam surat terbukanya.

Paska pembukaan larangan ekspor, pemerintah Indonesia kembali menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), namun karena para pelaku masih mempelajari proses yang ditetapkan mengakibatkan kegiatan ekspor tidak serta merta bisa dilakukan. “Eksportir telah menahan pengiriman karena mereka menunggu perincian tentang aturan terbaru,” ungkapnya seperti dilansir Reuters.

Catat Dorab, petani sawit di Indonesia telah dibebani dengan pungutan dan pajak ekspor yang lebih tinggi sebesar US$ 575 per ton dibandingkan dengan petani kelapa sawit di Malaysia yang membayar hanya US$ 125 per ton.

Sumber: infosawit.com