Sejumlah Perusahaan Sawit Malaysia Terkena Imbas Kebijakan DMO 20%

CANALBERITA.COM – Kebijakan terbaru Indonesia yang mewajibkan produsen minyak sawit untuk menjual 20% dari produksi mereka ke penyulingan domestik dengan harga tetap tidak menguntungkan bagi pemain hulu Malaysia yang memiliki eksposur signifikan di republik ini.

Menurut PublicInvest Research, kebijakan baru yang diberlakukan pemeritah Indonesiaber dampak negatif bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit asal Malaysia yang beroperasi Indonesia  “mereka diharuskan menjual sebagian dari produk minyak sawit mentah (CPO) mereka dengan harga yang murah,” catat PublicInvest Research, dilansir The Star.

Kebijakan pembatasan baru, ditambah dengan pajak ekspor dan Bea Keluar (BK) CPO saat ini yang besar yang diberlakukan Indonesia, akan semakin memperlebar harga rata-rata CPO yang tercatat antara Malaysia dan Indonesiam,” catat PublicInvest Research dalam laporan terbarunya.

PublicInvest Research mencatat, langkah ini berdampak negatif bagi pekebun sawit asal Malaysia seperti TSH Resources Bhd, Kuala Lumpur Kepong Bhd , Sime Darby Plantation Bhd dan Genting Plantations Bhd yang memiliki operasi perkebunan kelapa sawit cukup luas  di Indonesia, lantaran perusahaan-perusahaan tersebut tidak memproleh keuntungan dari harga CPO yang tinggi saat ini.

Dengan diterapkannya kebojakan Domestic Market Obligation (DMO), Pemerintah Indonesia telah memberlakukan mandat yang mengharuskan 20% dari ekspor minyak sawit dijual di dalam negeri dengan harga tertinggi Rp 9.300 (RM 2,70) per kg untuk CPO dan Rp 10.300 rupiah (RM 3) per kg untuk olein.

PublicInvest Research menunjukkan bahwa harga yang dibatasi akan membuat produk minyak sawit dijual di dalam negeri dengan pemangkasan harga cukup tajam RM 2.715 per ton untuk CPO dan RM 3.024 per ton untuk olein. “Perlu dicatat bahwa harga CPO Malaysia dan olein saat ini masing-masing berada pada RM 5.700 per ton dan RM 5.717 per ton, dan Kementerian Perdagangan Indonesia menerapkan kebijakan baru ini berlaku sampai harga minyak goreng kembali stabil seperti sebelumnya,” katanya.

Mengingat kebijakan perdagangan terbaru, lembaga riset tersebut memperkirakan penurunan ekspor minyak sawit Indonesia dalam beberapa bulan mendatang, yang akan memperketat pasokan minyak sawit di pasar global. Diperkirakan sekitar 6,6 juta ton atau 12% dari pasokan minyak sawit akan tergerus dari pasar ekspor global.

Ini akan mengakibatkan pengetatan lebih lanjut dari pasokan minyak sawit global, yang sudah dipengaruhi oleh kurangnya kegiatan penanaman baru dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.

Indonesia diperkirakan akan mengekspor 33,2 juta ton CPO dan produk inti sawit untuk tahun 2022. Oleh karena itu, PublicInvest Research mempertahankan rekomendasi “netral” di sektor perkebunan.

(sumber: infosawit.com)