Perkebunan Kelapa Sawit India Ditentang Aktivis Lingkungan

CANALBERITA.COM – Pada bulan Agustus 2021, kabinet Perdana Menteri Narendra Modi menyetujui Misi Nasional Minyak Goreng, yang mempromosikan produksi kelapa sawit di timur laut dan di pulau Andaman dan Nicobar. Investasi 110 miliar rupee diumumkan untuk meningkatkan perkebunan menjadi 1 juta hektar dari saat ini hanya seluas 34.000 hektar.

Lebih dari setengah hektar akan berada di delapan negara bagian timur laut. Saat ini hanya negara bagian timur laut yang memproduksi kelapa sawit. Mizoram sejauh ini merupakan produsen terbesar dengan 28.000 hektar yang ditanami dibandingkan dengan 1.973 hektar di Nagaland.

Rencana tersebut “akan menjadi pengubah permainan ketika datang untuk membantu petani kelapa sawit dan menciptakan Aatmanirbhar Bharat ,” tweet Modi pada bulan Agustus. Istilah Hindi berarti “India yang mandiri.”

Hanya saja, India teah berkomitmen pada  Perjanjian Paris pada tahun 2015 terkait upaya penyerap karbon tambahan sebesar 2,5-3 miliar ton CO2, dan setidaknya 33% tutupan hijau di seluruh negeri pada tahun 2030 — tujuan yang tertanam dalam kebijakan kehutanan nasional.

Langkah India mengembangkan perkebunan kelapa sawit memperoleh tantangan dari para aktivis lingkungan setempat, lantaran dikhawatirkan bakal menimbulkan deforestasi di negara bagian yang kaya keanekaragaman hayati. “Bagaimana India akan bisa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam komitmmen iklim?” tanya Rituraj Phukan, seorang aktivis iklim di wilayah tersebut.

Ahli zoologi India yang telah mempelajari dampak ekologis monokultur di Mizoram mencatat dalam makalah penelitian tahun 2016, mereka menemukan 70 spesies burung di pedalaman hutan hujan, 50 di daerah pertanian campuran, tetapi hanya 10 spesies di perkebunan kelapa sawit.

Lantas, Komite Aksi Gabungan Mizoram untuk Kelapa Sawit mencakup tiga organisasi non-pemerintah yang bulan lalu menulis kepada pemerintah meminta agar proposal kelapa sawit dibatalkan.

Perluasan perkebunan kelapa sawit akan merusak ekosistem negara yang rapuh sehingga mengganggu ekologi dan tatanan sosial,” ungkap V. Lalzarzova dari Asosiasi Pelestarian Lingkungan (ASEP), salah satu LSM penandatangan penolakan pengembangan kelapa sawit, seperti dilansir  Nikkei Asia.

Tanah dan pertanian masyarakat adalah pusat budaya, masakan dan cara hidup suku asli, dan hilangnya hutan akan mempengaruhi mereka dalam jangka panjang, Budidaya kelapa sawit monokultur akan membuat petani kehilangan berbagai tanaman yang bisa mereka konsumsi,” tandas dia.

(sumber: infosawit.com)