Mengemuka Temuan BPK Borosnya Rapid Test Miliaran Rupiah di Jakarta

canalberita.com — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta menyoroti adanya pemborosan dalam pengadaan rapid test pada 2020 oleh Dinas Kesehatan. Pemborosan dana itu mencapai Rp 1,190 miliar.

Hal itu tertulis dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2020. Disebutkan, dalam penanganan COVID-19 di 2020, Pemprov DKI melakukan refocusing anggaran.

Salah satu yang mengalami refocusing anggaran adalah Belanja Tak Terduga (BTT). Semula penanganan COVID di Jakarta dianggarkan senilai Rp 188 miliar. Namun kemudian dilakukan perubahan dengan disahkannya anggaran dari BTT untuk COVID sebesar Rp 5,521 triliun.

Melalui dana BTT itu, Dinas Kesehatan DKI melakukan pengadaan rapid test. Dinkes melakukan dua penawaran ke dua perusahaan berbeda dengan merek yang sama serta dengan waktu yang berdekatan. Namun dua merek itu diketahui memiliki harga yang berbeda.

Seperti dilihat, Kamis (5/8/2021), pengadaan rapid test COVID oleh Dinkes DKI yang pertama dilaksanakan oleh PT NPN dengan nilai kontrak Rp 9,875 miliar dengan jenis kontrak harga satuan. Waktu pelaksanaan kontrak dijabarkan mulai 19 Mei sampai 8 Juni.

Pengerjaan dinyatakan selesai pada 12 Juni dengan jumlah pengadaan oleh Dinkes DKI sebanyak 50 ribu piece dengan harga per unit barang Rp 197 ribu (tidak termasuk PPN).

Setelahnya, Dinkes kembali melakukan pengadaan rapid test dengan jumlah 40 ribu piece melalui PT TKM dengan harga per uni Rp 227 ribu (tidak termasuk PPN). Surat penawaran kontrak itu tertanggal 29 Mei yang dimulai 2 Juni sampai 5 Juni, sehingga total harga Rp 9,090 miliar.

BPK kemudian melakukan pemeriksaan soal pendanaan itu. BPK memeriksa PT NPN dan disebutkan bahwa PT NPN tidak mengetahui soal adanya pengadaan rapid test serupa di luar perusahaannya sebanyak 40 ribu piece.

Masih berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyebut PT NPN menyanggupi permintaan Dinkes DKI jika penawaran 40 ribu pieces itu ditawarkan ke perusahaannya lantaran stok alat rapid test masih tersedia.

Sementara itu, hasil pemeriksaan BPK terhadap PT TKM didapati bahwa PT TKM mendapat undangan melakukan pengadaan sebanyak 40 ribu piece dari Dinkes DKI. Bukti kewajaran harga berupa bukti transfer pembelian rapid ke Biz PTE LTD Singapura seharga USD 14 per piece-nya.

BPK menyebut Biz PTE LTD Singapura memiliki hak beli dari HCB di China, sehingga PT TKM terbukti membeli barang lebih mahal dengan harga penawaran wajar.

Dari perbandingan dua perusahaan itu, BPK menilai seharusnya PPK bisa mengutamakan dan memilih penyedia jasa dengan harga yang lebih murah. Dari nilai kontrak dua perusahaan itu, BPK menilai ada pemborosan.

“Bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut, terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp 1.190.908.00,” tulis BPK

Screenshot LHP BPK DKI Jakarta.

 

Pemborosan itu disebut untuk penyediaan 40 ribu piece rapid test dengan harga satuan Rp 227 ribu. Jika penawaran kontrak itu dilakukan ke PT NPN, bisa lebih murah dengan harga satuan Rp 197 ribu.

“Hal tersebut terjadi karena PPK tidak cermat dalam meneliti data pengadaan atas barang yang sama dari penyedia lain sebelumnya untuk dipakai sebagai acuan dalam penunjukan langsung. PPK tidak cermat mengelola keuangan daerah secara ekonomis, yaitu mendapatkan barang dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah,” tulis BPK.

 

Jawaban Pemprov DKI

Pemprov DKI melalui Kepala Dinas Kesehatan sudah menjawab temuan BPK ini dengan sejumlah penjelasan. Dinkes DKI sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK.

Kadinkes DKI mengatakan ketelitian sulit dilakukan mengingat harga satuan yang beragam dan ketersediaan stok yang fluktuatif serta agar segera melakukan pesanan atau pengadaan agar mendapat barang yang diinginkan.

“Dengan kata lain berlomba atau beradu cepat dengan instansi pemerintah lain atau swasta dan PPK kurang cermat dalam verifikasi awal dokumen penawaran penyedia dalam keadaan darurat penanganan pandemi COVID-19 yang mengutamakan keselamatan dan penanganan segera,” tulis LHP BPK DKI.

BPK pun merekomendasikan Gubernur DKI Anies Baswedan memerintahkan Kadinkes menginstruksikan PPK supaya lebih cermat meneliti data pengadaan barang dari penyedia lain.

 

Ditindaklanjuti Pemprov DKI

Pemprov DKI Jakarta pun menindaklanjuti temuan BPK tersebut.

“Terkait temuan BPK tentang pemborosan atas pengadaan rapid test COVID-19 dan pengadaan respirator N95 telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam pidato penyampaian jawaban Gubernur atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta yang dilihat, Kamis (5/8/2021).

Selain itu, Pemprov DKI menindaklanjuti laporan pemborosan dana untuk pengadaan respirator atau masker KN95 pada tahun yang sama. Diketahui, pemborosan dana mencapai Rp 5,85 miliar.

“Seluruh temuan telah dilakukan tindak lanjut sesuai rekomendasi BPK,” sebutnya.

 

(Sumber: detik.com)