Media China Mendadak Beri Warning Perang Dunia dengan NATO, Ada Apa?

JAKARTA,CanalBerita-Dunia di ambang perang baru. Hal itu menjadi tema besar yang diangkat media asal China, Global Times, terkait ancaman meluasnya perang Rusia-Ukraina yang menyeret NATO.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg baru-baru ini mengunjungi AS, dengan tujuan untuk membahas kelanjutan dukungan bagi Ukraina dan memastikan pasokan persenjataan yang berkelanjutan bagi Ukraina di tengah konflik Rusia-Ukraina.

Kunjungannya termasuk menyetujui paket bantuan tambahan senilai US$60 miliar dan empat paket bantuan tambahan anggaran tahunan sebesar US$54,5 miliar untuk mendukung Ukraina.

Selama wawancara atau pidato Stoltenberg di AS, ia berulang kali menyebut China dan secara eksplisit memosisikannya sebagai “tantangan” bagi NATO.

“Tampaknya pemimpin organisasi militer terbesar di dunia itu tidak lagi membatasi definisi konflik Rusia-Ukraina di Eropa saja. namun justru melihatnya sebagai indikasi konflik geopolitik global yang lebih luas. Oleh karena itu, ia mencari legitimasi bagi ekspansi global NATO,” tulis Global Times, dikutip Senin (5/2/2024).

“Ekspansi adalah kebutuhan internal NATO, sedangkan perang adalah kebutuhan eksternal. Tanpa perang, organisasi militer ini akan kehilangan pengaruhnya. NATO harus mempunyai target yang jelas. Jika tidak, maka NATO harus menciptakan target tersebut.”

Setelah pembubaran Pakta Warsawa setelah berakhirnya Perang Dingin, NATO telah menjajaki arah masa depannya. Pada Desember 1998, Menteri Luar Negeri AS saat itu Madeleine Albright menguraikan pandangan Washington mengenai penyesuaian strategis NATO pada sebuah pertemuan.

Dia percaya bahwa prinsip “pertahanan kolektif” harus diberi interpretasi baru sebagai “membela kepentingan aliansi”, agar NATO dapat merespons dengan cepat terhadap krisis di luar zona pertahanannya.

Ketika Rusia terus bereaksi terhadap ekspansi NATO ke arah timur, fokusnya lebih langsung diarahkan ke Rusia.

“Pecahnya konflik Rusia-Ukraina telah memperkuat kohesi NATO, setidaknya membuat para pemimpinnya percaya bahwa organisasi tersebut harus memperkuat dan memperluas jangkauannya. Asia menjadi target berikutnya,” katanya.

Selama kunjungannya, Stoltenberg secara konsisten mengaitkan China dengan konflik Rusia-Ukraina. Dalam pidatonya di Heritage Foundation, ia menegaskan bahwa kemenangan bagi Rusia akan memberdayakan negara-negara lain seperti Korea Utara, Iran, dan China untuk menggunakan kekuatan.

Selain itu, dalam sebuah wawancara dengan Fox News, ia menekankan secara eksplisit, “Hari ini adalah Ukraina, besok mungkin Taiwan.” Ia juga sangat memuji mantan presiden AS Donald Trump karena telah menyesuaikan strategi terhadap China pada 2017.

Sumber:cnbcindoensia