Industri Sawit Sumbang Devisa US$ 35,79 Miliar Per Tahun

JAKARTA, Canal Berita–Subangan devisa dari industri sawit  mencapai US$ 35,79 miliar atau Rp 500 triliun. Sawit juga menyumbang 3,2 persen kepada produk domestik bruto (PDB) dan selama 2021 total produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mencapai 54 juta ton dengan nilai industri diperkirakan sebesar Rp750 triliun.

Demikian dikatakan Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, dalam Dialog Industri bertajuk Optimalisasi dan Keberlanjutan Industri Sawit sebagai Penggerak Ekonomi Nasional di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 30 November 2022 seperti dilansir dari InfoSawit.

Putu mengungkapkan rasio volume bahan baku CPO dan PKO yang diekspor sekitar 5,72 persen sedangkan sisanya 94,28 persen diekspor dalam bentuk produk olahan. “Pada 2022 hanya enam persen yang kami ekspor sebagai bahan baku CPO,” tuturnya.

Menurut Putu, perubahan rasio ekspor terlihat pada 2021 yang mencatat 168 jenis produk hilir yang diproduksi di dalam negeri. Jumlah tersebut mengalami kenaikan tiga kali lipat dibandingkan 10 tahun sebelumnya.

Produk olahan CPO dan PKO sebagian besar menjadi produk minyak goreng, oleo food, oleo chemical, bahan bakar terbarukan hingga pengolahan biomassa menjadi bahan kertas. Produk olahan CPO menjadi bantalan perekonomian nasional selama krisis ekonomi global.

Selama pandemi permintaan produk personal care and wash dalam bentuk sabun, deterjen, hand sanitizer melonjak signifikan di dalam negeri dan luar negeri. Termasuk Kementerian ESDM yang menjalankan program mandatory biodiesel dari B20 menjadi B30.

Putu mengatakan Kementerian Perindustrian diberikan tugas menormalisasi kegiatan industri sawit karena terjadi disrupsi di penyaluran minyak goreng. “Kami diberikan penugasa dari pertengahan Maret sampai akhir tahun dengan didanai dari BPDPKS,” kata dia.

Lebih lanjut Putu menjelaskan,  industri sawit menyerap tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang dan berdampak pada penghidupan bagi 21,4 juta orang lainnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Agam Fatchurrochman mengatakan,  pemerintah pada era tahun tujuh puluhan berencana melakukan pungutan perkebunan untuk memajukan industri perkebunan.

Namun ucapnya,  Malaysia lebih dulu melakukan pungutan melalui Malaysian Palm Oil Board (MPOB) yang secara kelembagaan berada di bawah Kementerian Perladangan dan Komoditas yang mana dana yang dihimpun MPOB digunakan untuk memajukan industri, riset, beasiswa mahasiswa, subsidi minyak, sampai peremajaan dan penanaman pohon sawit.

“Pada 2015, untuk mengurangi suplai internasional dan permintaan dalam negeri ditambah muncul kesepakatan diberlakukan pungutan ekpor yang disebut CPO support fund untuk mendukung harga,” kata Agam.

Pemerintah kemudian mendirikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada 2015. Pada periode itu total ekspor CPO mencapai 17 persen. Saat ini total kontribusi ekspor mengalami penurunan 5 persen.

“Itulah hilirisasi porsi dalam negeri ditandai dengan porsi industri dalam negeri yang semakin tinggi. Tidak hanya sisi ekspor pembangunan refinery, kebutuhan untuk riset juga semakin bertambah,” pungkasnya.

Editor: Alfrid U.Gara