Gara-gara Ini Harga CPO Diprediksi Naik Hingga Juli

CANALBERITA.COM – Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merosot cukup tajam pada hari ini, Kamis (10/3/2022). Padahal, kemarin harga CPO berakhir di MYR 7.074/ton. Bagaimana tren ke depan?

Mengacu pada data kepada Refinitiv, harga CPO dibanderol di level MYR 6.961/ton atau turun 1,6% pada pembukaan pagi tadi. Perkembangan ini membuat harga CPO membukukan kenaikan 2,25% secara mingguan dan naik 71,45% secara tahunan.

Wang Tao, Analis Komoditas Reuters, memperkirakan harga CPO akan naik ke kisaran MYR 7.100 – 7.504/ton, apabila telah melampaui di atas titik resistance MYR 6.773/ton dan titik support MYR 6.898/ton.

Kemarin, Menteri Perdagangan Indonesia Muhammad Lutfi mengumumkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) terbaru yaitu produsen CPO diwajibkan untuk menjual 30% untuk pasar domestik yang akan dimulai hari ini.

Diketahui, DMO sebelumnya hanya mewajibkan 20% saja untuk kebutuhan pasar lokal. Hal tersebut dilakukan guna mengisi permintaan dalam negeri karena persediaan CPO di beberapa wilayah di Indonesia sedikit.

DMO akan diberlakukan hingga persediaan CPO di dalam negeri sudah berangsur membaik dan harga minyak goreng dapat terjangkau oleh masyarakat.

Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia dalam pembuatan banyak produk seperti biskuit, margarin, deterjen, dan cokelat. Harga CPO telah meningkat lebih dari 50% tahun ini.

Selain itu, di Malaysia, menurut Asosiasi Pemilik Perkebunan CPO di Sarawak (Soppoa) mengklaim bahwa industri CPO sangat membutuhkan pekerja migran karena tidak ada alternatif lain untuk menggantikan krisis tersebut. Dia juga mengharapkan pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali dan menyederhanakan proses untuk memudahkan prosedur bisnis.

“Misalnya, dibutuhkan enam hingga delapan bulan untuk mengajukan izin kerja bagi pekerja migran dengan persyaratan perpanjangan izin Tenaga Kerja hanya dapat dilakukan dua bulan sebelum berlaku izin berakhir oleh departemen Tenaga Kerja dan setidaknya enam bulan oleh departemen Imigrasi,” tambahnya dikutip dari The Borneo Post.

Soppoa khawatir jika pemerintah tidak membawa pekerja migran tepat waktu ketika Malaysia dibuka tanggal 1 April, maka akan berdampak pada produksi CPO, karena mayoritas pekerja migran yang tertahan di Malaysia karena penutupan perbatasan karena Covid-19, bersiap untuk pulang ke negaranya pada April mendatang.

Menurut Ketua Konsultan Agribisnis LMC International James Fry bahwa harga CPO diperkirakan akan membuat rekor harga tertinggi baru untuk beberapa bulan ke depan hingga mencapai MYR 8.100/ton atau US$ 1.938. Hal tersebut dipicu oleh anjloknya persediaan minyak nabati dunia dan penurunan angka ekspor, termasuk dampak perang di Ukraina.

Dia memproyeksikan harga tersebut dapat bertahan hingga Juli dan turun menjadi MYR 6.000 – 7.000/ton pada kuartal ketiga dan keempat ketika pasokan meningkat dan permintaan berkurang.

Sebanyak 60% ekspor minyak biji matahari di Laut Hitam atau 8 juta ton akan ditunda karena perang di Eropa Timur.

“Sekarang pertanyaannya adalah berapa banyak total minyak nabati yang akan hilang karena perang itu,” tambahnya.

(sumber: cnbcindonesia.com)