Faisal Basri: Pemerintah Dianggap Belum Peka Terhadap Petani Sawit

CANALBERITA.COM – Dalam sebuah acara launching dan Bedah Buku “Kekuatan Oligarki dan Orang Kuat dalam Bisnis Biodiesel” di gekar di Kekini Workspace, Ekonom Senior Indonesia, Faisal Basri mengatakan, pemerintah dianggap belum peka terhadap keberpihakannya pada sektor sawit utamanya terhadap jutaan rakyat di dalamnya, dimana setiap ekspor sawit terdapat kebijakan pungutan ekspor dan juga pajak ekspor dalam UU Bea Cukai.

Dimana kebijakan pajak ekspor ini merugikan petani karena pengekspor tidak mau labanya turun, semakin tinggi pajak ekspor semakin turun harga sawit di tingkat petani karena struktur pasarnya oligopoli. Jadi petani kena pajak ekspor dan pungutan ekspor,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT.

Faisal juga mengatakan bahwa pengusaha bisnis biodiesel dijamin tidak pernah rugi. Karena ketika harga sawit naik, maka komponen dari biofuelnya juga naik dikaitkan dengan internasional, maka akan mendapatkan dari dana sawit supaya tidak rugi. Bahkan sebelum covid, pengusaha biodiesel juga mendapatkan subsidi dalam program PEN, dari APBN sebesar Rp 2,67 triliun.

Bahkan Faisal telah menghitung klaim dampak dari penggunaan biodiesel yang dianggap bisa menghemat APBN, padahal klaim tersebut sama sekali tidak terbukti.

tutur Faisal, kebijakan subsidi biodiesel ini mengulang kebijakan subsidi untuk solar dulu, yang ongkos keekonomiannya sangat tinggi. Artinya, kebijakan subsidi ini hanya berpindah dari yang dulunya subsidi solar untuk produsen minyak luar negeri ke subsidi biodiesel untuk pengusaha biodiesel dalam negeri.

Tujuan penggunaan biodiesel untuk memperbaiki transaksi perdagangan dengan mengurangi impor solar, sehingga neraca perdagangannya membaik, menurut Faisal, kebijakan ini salah, karena pengurangan impor solar dengan digantikan dengan biodiesel maka ekspor CPO juga turun. Seharusnya dampaknya ini perlu dihitung,

Faisal juga mempersoalkan klaim pengusaha yang menilai dana yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) merupakan dana dari pengusaha sawit lewat potongan ekspor dan harus dikelola pengusaha.

Klaim ini sesuatu yang sangat keblinger, seolah-olah ada negara di dalam negara. Sebab sebanyak 40 persen dari dana sawit itu justru dari sawit rakyat, oleh karena itu harus ada keterwakilan petani secara resmi dalam struktur BPDPKS, untuk mengarahkan kepada program peremajaan sawit dan program lainnya,” tandas dia.

(sumber: infosawit.com)