Si Penjual Tahu Murah Hati

SETELAH  melakukan aktifitas rutin dirumah, pagi itu saya bergegas berangkat menuju kantor.  Kantor redaksi portal berita www.canalberita.com yang terletak di Jalan G Obos XII, Gg Cantik, Nomor 03, Palangka Raya.

Saat beranjak pergi meninggalkan halaman rumah, waktu menunjukan pukul 08.30 WIB.

Jarak tempuh dari rumah ke kantor kurang lebih 8 kilometer melalui jalan lingkar luar, Jalan Merdeka atau lebih dikenal dengan jalan lintas.

Sudah sekitar 2 Kilometer saya menempuh perjalanan, atau sekitar 15 menit perjalanan dengan rata-rata kecepatan 60 kilometer per jam dengan menunggangi motor tua mendadak mati di perjalanan.

Sepeda motor yang saya tunggangi ini, saya pinjam dari abang Lohing Simon. Saat ini Bang Lo, demikian namanya akrap disapa, menjabat  Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Tengah.

Sepeda motor ini sudah relatif tua usianya, tahun pembuatan 2008 dan sudah tiga tahun lebih ‘kuda besi’ itu bersama saya.

Sesekali ditanya oleh sang pemilik. Bukan maksud meminta kembali, tetapi menanyakan apakah kondisi sepeda motor yang saya pinjam itu masih baik.

Jawaban saya singkat, masih baik. Bagi saya sudah kewajiban menjaga dan merawat barang, apalagi itu barang pinjaman.  Karena masih terekam dalam ingatan pesan dari Bang Lo.

“Ga..haga bua-buah ih sepeda motor kau. Motor jikau aku mili hapa due bulan gaji anggota dewan huran,” pesan Bang Lo tiga tahun lalu.

Sepeda motor Honda  Tipe GL 160 CC itu kira-kira dibeli seharga kurang lebih Rp 8 Juta pada tahun 2008 lalu. Saat itu Bang Lo menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Gunung Mas.

Kembali ke cerita “motor tua mendadak mati diperjalanan”. Kendati relatif tua usianya, sepeda motor itu tidak rewel dan jarang sekali menyusahkan penggunanya.

Kalaupun mendadak mati, biasanya kehabisan minyak. Atau karena saluran pernapasan karburator tersumbat.

Maklum tangki bensin sudah karatan dimakan usia. Itupun saya beli bekas dengan harga Rp 50 Rubu, di sebuah bengkel sepeda motor di belakang Kantor KPU Gunung Mas pada tahun 2019 lalu.

Kalau tangki bensin sebelumnya sudah tidak bisa lagi digunakan. Kira-kira lebih dari lima tambalan. Kalau bensin di isi 3 liter pada pagi, sore sudah habis tanpa kita menggunakannya.

Saat mesin sepeda motor yang saya tunggangi mendadak mati. Posisi saya masih diatas jok motor. Sepeda motor masih melaju perlahan karena daya dorong putaran ban.

Saya berusaha menghidupkan mesin dengan engkol. Tiga sampai dengan empat kali engkol, mesin tak kunjung hidup. Daya dorong sepeda motor berhenti seiring ban berhenti berputar.

Kemudian saya menurunkan kedua kaki sambil menggoyangkan bodi sepeda motor untuk memeriksa isi bensin dalam tangki. Terdengar sayup-sayup gemercik isi tangki.

Masih posisi duduk diatas jok motor, mata saya memandang jauh kedepan melihat dimana posisi warung terdekat menjual bensin eceran. Ternyata ada satu warung, jauhnya sekitar 200 meter dari tempat sepeda motor saya terhenti.

Gumam dalam hati, “cukup berat mendorong sepeda motor ini”. Maklum sepeda motor ini menggunakan velg Bintang dengan ukuran cukup lebar.Untuk ban belakang 110/80-18 CM. Sedangkan ban depan menggunakan ukuran 100/70-18 Cm.

Kalau di dorong lumayan menguras tenaga untuk jarak 200 meter. Saya kembali menggoyang bodi motor, untuk memastikan isi tangki lalu kemudian mencoba memerengkan bodi motor ke samping kiri dengan harapan bensin yang tersisa mengisi ruang kosong dalam karburator.

Setelah itu saya kembali mencoba menghidupkan mesin dengan engkol. Berkali-kali di engkol tak kunjung hidup hingga dua anak laki-laki menunggangi sepeda motor Honda Scoopy menghapiri dan menawarkan bantuan mendorong.

“Terimakasih. Saya dorong jalan kaki aja, warungnya sudah dekat,” jawabku. Kedua anak muda yang takku kenali wajahnya itu, kembali menawarkan bantuan untuk keduakalinya.

“Om, ayo om kami bantu dorong,” kata kedua anak muda yang wajahnya tertutup masker itu. Lagi-lagi saya menolak kebaikan kedua anak muda tersebut.

“Silahkan duluan saja. Terimakasih, warungnya dekat. Saya dorong jalan kaki saja,” jawabku. Padahal nafas sudah ngos-ngosan. Wajah keringatan, baju basah kuyup, dari balik dalam jaket air keringat mulai netes.

Jarak 200 meter, jarak yang lumayan jauh dan melelahkan untuk mendorong sepeda motor seperti yang saya gunakan ini. Tapi saya berusaha kuat, walapun tertatih-tatih akhirnya tiba di warung.

Bersamaan kedatangan saya di warung tersebut, seorang Penjual Tahu menggunakan sepeda motor berhenti di warung tersebut menjajakan dagangannya kepada pemilik warung.

Dibagian belakang sepeda motor pemuda itu, di samping kiri kanan masing-masing ada tiga ember bekas cat. Sebagian masih terisi potongan Tahu dan sebagain ember sudah kosong.

Kepada ibu yang ada di warung tersebut, saya menanyakan apakah ada menjual Bensin, di jawab kosong. Sayapun berdiri termenung sambil menatap kearah depan. Tidak ada satupun warung penjual Bensin eceran terlihat.

Saya sudah berpikir meminjam sepeda motor pemilik warung untuk membeli Bensin. Tiba-tiba Penjual Tahu yang tidak saya kenal itu dengan santunnya menawarkan bantuan.

“Pak, kios penjual bensin eceran jauh dari sini. Nanti saya beli untuk Bapak. Bapak tunggu disini saja,” katanya.

Tawaran bantuan kali ini tidak saya tolak, lalu kemudian saya mengeluarkan uang Rp 50 ribu dan memberikannya kepada Penjual Tahu tersebut. Namun di tolak.

“Nanti saja Pak. Biar enak sama enak. Bapak butuh berapa liter, nanti saya belikan,” tanyanya. “Saya butuh dua liter saja. Cukup untuk sampai ke kantor. Nanti saya beli nambah ke Pom Bensin,” jawabku.

Dengan menunggangi kembali sepeda motornya, penjual tahu itu bergegas pergi. Sekitar 15 menit kemudian datang membawa dua botol bensin. Masig-masing 1 liter per botol, berikut dengan corong minyak yang disimpan dalam ember tahu yang sudah kosong.

Penjual Tahu itu melayani saya layaknya pembeli bensin di suatu kios bensin eceran miliknya. Ketika saya membuka tutup tengki, dengan sigaf dia menuangkan bensin dalam botol ke tengki motor.

Usai tangki motor di isi, saya menanyakan harga per liter. Walapun sebenarnya saya sudah terbiasa membeli bensin di kios bensin eceran, harganya Rp 10 ribu per liter. “Pertalite dua liter hanya Rp 20 ribu Pak,” jawabnya.

Tadinya saya berpikir dia menaikan harga, atau meminta tambahan ongkos. Karena dari tempat saya dengan kios penjual bensin eceran cukup jauh. Kira-kira jaraknya kurang lebih 1 kilometer.

Kembali saya mengeluarkan uang Rp 50 ribu dan memberikannya kepada Penjual Tahu itu. “Mas, angsulannya Rp 25 ribu saja. Rp 5 ribu untuk ongkos ojek bensinnya,” kataku kepada Penjual Tahu itu.

Dengan santun ia menolak. “Harga per liternya Rp 10 Ribu, jadi 2 liter Rp 20 ribu,” rincinya. “Ngga pakai ongkos, iklas membantu Bapak,” timpalnya.

Saya heran dan tidak percaya dengan keiklasan si Penjual Tahu ini. Dalam pikiran saya, dia juga punya kios menjual bensin eceran. Bensin yang dia jual ke saya, dia ambil dari kiosnya yang kebetulan terdekat dengan tempat sepeda motor saya mogok.

“Mas, jual bensin eceran juga ya,” tanyaku kepada si Penjaul Tahu itu seraya mengucapkan terimakasih. “Ngga mas, rumah saya jauh. Dekat Kantor Kecamatan Jekan Raya,” jawabnya sambil menaiki sepeda motornya, kembali menjajakan Tahu dagangannya.

Sayapun kemudian menunggangi sepeda motor, lalu menghidupkan mesinnya. Top cer memang, motor legendaris itu sekali engkol mesinnya langsung menyala. Sayapu bergegas pergi melanjutkan perjalanan dan tiba di kantor canalberita.com sekitar pukul 10.00 WIB .

Portal www.canalberita.com adalah sebagai media Referensi Informasi tentang Politik, Ekonomi dan Bisnis, Hukum dan Kriminal, serta Palam Oil, dengan legalitas Ijin KEMENKUMHAM RI Nomor: AHU-0029510.AH.01.01.TAHUN 2021. (***)

Oleh: Alfrid U. Gara

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *