canalberita.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami tujuan Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya membeli tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Lembaga antirasuah menduga peruntukan pengadaan tanah di Munjul untuk program rumah DP 0 rupiah.
“Kami mengonfirmasi pada saksi-saksi terkait hal tersebut, didalami lebih jauh,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (12/8/2021).
Ali mengatakan, pendalaman terhadap peruntukan pembelian tanah di Munjul perlu dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari bagian pendalaman perkara.
“Fokus pada penyidikan perkara tanah di Munjul ini namun tidak lepas dari latar belakang peruntukan juga perlu digali lebih jauh,” kata Ali.
Pada Selasa (10/8/2021), tim penyidik KPK memeriksa Pelaksana Harian Badan Pembinaan BUMD periode 2019, Riyadi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul Tahun Anggaran 2019.
Dia diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Riyadi ditanyai mengenai mekanisme program andalan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tersebut.
“Riyadi (Plh Badan Pembinaan BUMD Periode 2019), didalami mengenai pengetahuan saksi terkait bagaimana proses regulasi terkait program DP 0 rupiah,” kata Ali, Rabu (11/8/2021).
Diketahui, KPK menetapkan lima tersangka dalam ini.
Para tersangka yaitu mantan Direktur Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Ardian, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudi Hartono Iskandar, serta PT Adonara Propertindo selaku tersangka korporasi.
Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul, KPK menjelaskan bahwa Sarana Jaya diduga dilakukan secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate dan adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.
Dalam perkembangan kasus tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan lembaganya bakal mendalami berapa anggaran yang sebenarnya diterima Sarana Jaya terkait pengadaan tanah di Munjul tersebut.
“Jadi tentu itu akan didalami, termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya yang diterima oleh BUMD Sarana Jaya karena cukup besar, misalnya angkanya sesuai dengan APBD itu ada Surat Keputusan Nomor 405 itu besarannya kurang lebih Rp1,8 triliun. Terus ada Surat Keputusan 1684 itu dari APBD Perubahan sebesar Rp800 miliar, ini semuanya kami dalami,” kata Firli, Senin (2/8/2021).
(Sumber: Tribun News)
Tinggalkan Balasan