CANALBERITA.COM – Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menilai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang menguasai 600 ribu ton produksi minyak goreng sawit, dengan hanya satu pabrik produksi yang berada di Sumatera Utara, tidak cukup mampu menjadi stabilisator untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng sawit.
Herman menilai, dari penguasaan lahan, produksi crude palm oil (CPO) dan hasil minyak goreng tidak cukup untuk mengatasi situasi harga minyak goreng yang meroket saat ini. Penguasaan minyak goreng jauh lebih besar dikuasai oleh pihak swasta.
“Mohon maaf saya tidak mendiskreditkan swasta, akan tetapi ini merupakan persoalan hajat hidup orang banyak, yang dimana semua kebijakan yang di kembalikan lagi ke negara. Dengan demikian kalaupun ada penugasan harus dikaji terlebih dahulu, jangan sampai menjadi beban,” kata Herman usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI dengan Direktur SDM Holding Perkebunan Nusantara III (Persero) Seger Budiarjo dan Chief Executive Officer PTPN V Jatmiko Santosa, di Pekanbaru, Riau, Kamis (27/1/2022) lalu, dikutip InfoSAWIT dari laman resmi DPR RI.
lebih lanjut kata dia, saat PTPN melakukan operasi pasar dengan harga patokan tertinggi per liternya Rp14.000, pihak PTPN mengatakan harus disubsidi senilai Rp3000 per liternya. “Artinya jika ada subsidi ada kerugian pada saat pemerintah melakukan operasi pasar minyak goreng murah, itu sangat disayangkan. Dengan adanya kerugian tersebut, jangan lagi sekali-kali lagi negara memerintahkan, ataupun menugaskan terhadap perusahaan BUMN. Bisa merugi lagi,” tutur Herman.
Menurut politisi Partai Demokrat itu, jika penugasan dari negara dipaksakan kepada perusahaan BUMN, nantinya akan menjadi beban dan tanggung jawab besar. “Jika korporasi menjadi rugi, tidak akan ada dividen. Selebihnya jika utang semakin berat, imbasnya terhadap pengurangan tenaga kerja, kemudian akan mengurangi kemampuan BUMN untuk menyerap tenaga kerja. Untuk itu, ke depannya jika ada penugasan diharapkan adanya kompensasi sesuai dengan besaran penugasan tersebut,” usul Herman.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini meminta jika ada lagi penugasan kepada perusahaan BUMN yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, pemerintah harus bisa mengukur kemampuan perusahaan tersebut, agar tidak membebani seluruh pihak. Menurutnya BUMN minimal harus menguasai 50 persen hasil produksi terkait komoditas hajat hidup masyarakat. Artinya dari jumlah yang ada, BUMN tidak harus menguasai semua lahan perkebunan sawit, akan tetapi harus bisa menguasai setidaknya produksi di atas 50 persen, baru kemudian bisa menstabilkan harga di tingkat masyarakat.
(sumber: infosawit.com)