Draf RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja: Pengusaha Perkebunan Bisa Disangsi

Foto Istimewa

JAKARTA.CalBe-Draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Sektor Pertanian, pengusaha perkebunan yang melanggar dan memindahkan hak atas tanah usaha perkebunan dan mengakibatkan luas minimum kurang dari satuan yang ditetapkan bakal disangsi oleh pemerintah.

Dilansir dari CNNIndonesia, Selasa (2/2) menyebutkan, dalam Pasal 4 beleid, batasan luas minimum dikenakan untuk komoditas perkebunan strategis tertentu, yakni kelapa sawit, tebu, dan teh. Untuk kelapa sawit, minimum penggunaan lahan yaitu seluas 6.000 hektare (Ha), tebu minimum 8.000 Ha, dan teh minimum 600 Ha.

“Penetapan batasan luasan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasari pada skala ekonomis usaha perkebunan,” bunyi Pasal 4(3) dari beleid itu.

Apabila aturan itu dilanggar, pengusaha akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, dan/atau pencabutan perizinan berusaha di sektor perkebunan. Jika pengusaha tidak mengindahkan tiga peringatan tertulis yang dikirimkan paling lama dalam 4 bulan, maka denda yang akan dikenakan sebesar Rp1 juta per Ha untuk tiap luas lahan yang dipindahkan.

Sebelumnya, dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, tidak ditetapkan secara jelas minimum luas lahan. Batasan ditetapkan dengan mempertimbangkan jenis tanaman, modal, ketersediaan lahan, kapasitas pabrik, dan tingkat kepadatan penduduk.

Kemudian, pola pengembangan usaha, kondisi geografis,perkembangan teknologi, dan pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang.

Selanjutnya, surat berusaha dapat ditarik pemerintah jika sanksi tidak dibayar maksimal 6 bulan sejak surat tagihan diterbitkan.
Lihat juga: Sewa Lahan Kawasan Industri Batang Bakal Gratis 5 Tahun

Sementara, untuk luas maksimum komoditas strategis, rinciannya sebagai berikut:

1. Kelapa sawit maksimum 100 ribu Ha;

2. Kelapa maksimum 35 ribu Ha;

3. Karet maksimum 23 ribu Ha;

4. Kakao maksimum 13 ribu Ha;

5. Kopi maksimum 13 ribu Ha;

6. Tebu maksimum 125 ribu Ha;

7. Teh maksimum 14 ribu Ha;

8. Tembakau maksimum 5.000 Ha

Terkait alih fungsi lahan dalam beleid yang sama, pemerintah juga memperketat ketentuan alih fungsi lahan budi daya pertanian dimana dalam UU Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, alih fungsi lahan budi daya pertanian diperbolehkan demi kepentingan umum.

Pengalihfungsian untuk kepentingan umum diperbolehkan dengan syarat dilakukan kajian strategis, disusun rencana alih fungsi lahan, dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik, dan disediakan lahan pengganti.

Sedangkan, dalam draf aturan turunan UU Ciptaker itu, tafsiran kepentingan umum dipersempit dan menjadi terbatas untuk pembangunan jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum/air bersih, drainase dan sanitasi, dan bangunan pengairan.Lalu, pelabuhan, bandara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas. (Red/CalBe)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *