JAKARTA,CanalBerita-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diduga rugi puluhan miliar. Gara-garanya ada sejumlah rumah sakit yang diduga mengajukan klaim bodong alias fiktif ke lembaga tersebut.
Terbongkarnya dugaan fraud ini bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta BPJS Kesehatan membentuk tim bersama untuk mengaudit klaim di sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tim melakukan audit di sejumlah rumah sakit, dan menemukan beberapa di antaranya melakukan fraud.
Berikut ini merupakan sejumlah fakta mengenai temuan tersebut.
Diusut Sejak 2017
KPK dan lembaga lainnya berangkat ke Amerika Serikat untuk pada 2017 untuk belajar mengenai penanganan fraud Obama Care. Obama care adalah layanan kesehatan nasional AS yang digagas Presiden Barrack Obama pada 2010.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala mengatakan rombongan berdiskusi dengan FBI mengenai penanganan fraud dalam sistem kesehatan itu. “Ternyata FBI bilang 3-10% klaim itu pasti ada fraudnya dan mereka keras, kalau ada fraud dibawa ke pidana,” kata Pahala dikutip Jumat, (26/7/2024).
Dari obrolan itu, tim menduga ada potensi fraud serupa terjadi pada sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Investigasi pun dimulai.
Temuan di 6 RS
KPK dan tim melakukan audit atas permintaan klaim di 6 rumah sakit. Hasilnya, tiga rumah sakit diduga melakukan fraud dengan modus manipulasi diagnosis. Dalam modus manipulasi diagnosis, pihak rumah sakit menambah jumlah terapi atau jenis perawatan pasien sehingga harga tagihan menjadi lebih mahal. Contohnya ada pasien yang menjalani operasi katarak pada satu matanya, namun diklaim ada 2 mata yang dioperasi.
Sementara, di 3 rumah sakit lainnya tim menemukan modus phantom billing. Dalam modus ini pihak rumah sakit merekayasa seolah ada pasien BPJS yang mereka rawat. Padahal, pasien itu tidak pernah menerima perawatan dan pemeriksaan. Nama mereka hanya dicatut.
Dua rumah sakit yang diduga melakukan phantom billing berlokasi di Sumatera Utara dan satu di Jawa Tengah. Ketiga rumah sakit swasta itu diduga melakukan tagihan bodong dengan jumlah Rp 34 miliar.
Baksos
Tim menduga modus fraud phantom billing ini dilakukan secara sistematis. Pihak rumah sakit diduga mengumpulkan data pasien yang ingin mereka catut namanya melalui bakti sosial.
“Mereka mengumpulkan dokumen pasien seperti KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Canggih kan?” kata Pahala.
Selain menyiapkan dokumen pasien fiktif, Pahala mengatakan pihak rumah sakit juga menyiapkan surat eligibilitas peserta yang lengkap dengan tanda tangan dokter. Padahal, kata Pahala, dokter yang meneken surat itu sudah tidak bekerja pada rumah sakit yang dimaksud.
“Jadi ini emang komplotan bener,” kata dia.
Aktor
Dugaan fraud ini diduga melibatkan banyak pihak. Beberapa aktor yang diduga terlibat adalah dokter hingga direktur utama dan pemilik rumah sakit.
“Kenapa klaim fiktif ini jadi concern kami, karena ga mungkin satu orang yang menjalankan, ga mungkin dokternya saja yang menjalankan,” kata Pahala. “Yang kami temukan sepemilik-pemiliknya, dirut-dirutnya,” kata dia melanjutkan.
Pahala mengatakan di rumah sakit yang diduga melakukan fraud, KPK bahkan menemukan ada dirut yang dianggap ‘berprestasi’ melakukan tagihan fiktif. Maka itu, kata dia, dirut tersebut dipindahkan ke rumah sakit lainnya untuk melakukan praktik yang sama.
“Yang 2 rumah sakit yang agak kecil ini, dirutnya ini sukses melakukan tagihan fiktif dan dipindahkan. ‘Wah hebat berarti, pindahin ke sini lagi, bikin duit lagi’ begitu kira-kira (anggapannya),” kata Pahala.
Ancaman Pidana
KPK telah memutuskan untuk membawa kasus fraud di 3 rumah sakit yang melakukan phantom billing ke ranah pidana. Hal ini dilakukan agar menimbulkan efek jera.
“Pimpinan memutuskan untuk 3 kasus ini dibawa ke penindakan,” kata dia.
Selain itu, KPK memberikan waktu 6 bulan bagi semua rumah sakit yang merasa melakukan fraud untuk mengaku dan mengembalikan uang tersebut ke negara. Bila tidak, maka bisa saja mereka ikut dibawa ke ranah pidana.
-Sanksi untuk Dokter dan Modus Lainnya
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, Murti Utami Andyanto menambahkan ada 4 modus lain yang diduga dilakukan dalam fraud klaim BPJS Kesehatan. Modus pertama adalah self referrals, yakni klaim atas biaya pelayanan akibat rujukan ke rumah sakit tertentu atau ke dokter yang sama di fasilitas kesehatan lain kecuali dengan alasan keterbatasan fasilitas.
Kedua adalah upcoding, yakni mengubah kode diagnosis/prosedur, sehingga tarif lebih tinggi dari yang seharusnya. Ketiga repeat billing atau klaim yang diulang pada kasus yang sama.
Keempat adalah fragmentation, yakni pemecahan paket pelayanan dalam episode yang sama, untuk mendapatkan nilai klaim yang lebih besar pada satu episode perawatan pasien.
Kemenkes akan memberikan sanksi kepada rumah sakit dan dokter yang terbukti terlibat dalam fraud klaim ke BPJS Kesehatan. Untuk rumah sakit, Kemenkes menyatakan bisa mencabut izin lembaga tersebut. Sementara untuk dokter, Kemenkes dapat mencabut izin praktek mereka.
“Kami sudah dapat datanya dari BPJS, tapi kami perlu verifikasi,” kata dia.
Smber: CNBCIndonesia