Aturan Tak Jelas, Pengusaha Hiburan Tolak Pajak 40-75%

JAKARTA,CanalBerita-Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) akan membuat surat edaran (SE) terhadap para anggotanya yang terdampak ketentuan Pasal 58 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

SE itu berisi tentang imbauan supaya para anggotanya yang terdampak ketentuan tarif pajak 40%-75% dalam UU HKPD, untuk membayar pajak hiburan sesuai tarif normal yang biasa ditagihkan sebelumnya. Sebelum UU HKPD berlaku, tarif pajak hiburan khusus tertuang dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani mengatakan, organisasinya itu membawahi 36 asosiasi, namun surat edaran itu akan khusus ditujukan kepada industri jasa hiburan khusus pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan pajaknya paling rendah 40% dan paling tinggi 75% dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD.

“Kami akan buat surat edaran ke seluruh pelaku jasa hiburan yang terdampak Pasal 58 yang intinya kami imbau mereka untuk bayar tarif pajak sesuai tarif lama,” ucap Hariyadi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (7/2/2024).

Surat edaran itu menurutnya akan dijadikan acuan bagi para pengusaha hiburan yang terdampak, sampai proses gugatan atau uji materiil (judicial review) terhadap Pasal 58 ayat 2 UU HKPD selesai disidang MK. Namun, ia belum mendapatkan jadwal kapan uji materiil itu digelar MK.

“Jadi kami memperkirakan ini mungkin akan panjang prosesnya setelah proses sengketa pemilu selesai, baru kemungkinan ini baru bisa dibahas oleh hakim konstitusi. Untuk itu, kami juga akan nanti mengeluarkan surat edaran,” tutur Hariyadi.

Hariyadi mengatakan, tak ada opsi lain bagi pengusaha untuk membayar pajak di luar ketentuan Pasal 58 ayat 2 UU HKPD. Sebab, menurutnya, tidak akan ada jasa hiburan khusus yany bisa hidup dengan tarif pajak minimal 40% dan paling tinggi 75%. Dalam UU PDRD pun tarif pajak hiburan paling tinggi 75% namun tak ada batas minimal 40%, karena batas minimalnya hanya 0%.

“Bisa berhenti operasi. Nah, kami menghindari itu, makanya kami membuat surat edaran bahwa posisi kita adalah tetap membayar pajak hiburan tetapi mengikuti sementara ini tarif yang lama kira-kira begitu,” tuturnya.

“Kita akan ngeyel, gitu aja karena ini kan sudah perkara hidup matinya perusahaan, kalau pemerintah buat aturnanya baik, ya tidak ingin masyarakatnya kehilangan pekerjaan,” tegas Hariyadi.

Ia pun berharap, sambil proses uji materiil di MK berjalan, pemerintah daerah juga menetapkan ketentuan insentif fiskal sesuai Pasal 101 UU HKPD. SE itu pun akan ditetapkan sampai insentif fiskal itu keluar supaya tarif pajak tidak sampai 40%.

Uji materiil terhadap Pasal 58 Ayat 2 UU HKPD telah dilakukan GIPI pada hari ini, Rabu (7/2/2024). Batu uji yang digunakan ialah Pasal 28 ayat 1 tentang kepastian hukum yang adil; Pasal 28 i ayat 2 tentang larangan untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif; Pasal 28 g ayat 2 tentang perlindungan harta di bawah kekuasannya; Pasal 28 h ayat 1 tentang layanan kesehatan; dan Pasal 27 ayat 2 tentang hak untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Sumber: cnbcindonesia