Tak Terbendung! Rupiah Mulai Kampanye Menuju Rp 14.100/US$

CANALBERITA.COM – Laju penguatan rupiah masih belum terhenti meski sudah menguat dalam 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pada pembukaan perdagangan Jumat (24/12) rupiah langsung melesat dan memulai kampanye menuju Rp 14.100/US$.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,54% ke Rp 14.170/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 1 November lalu. Penguatan rupiah kemudian terpangkas, berada di Rp 14.190/US$ atau menguat 0,4% pada pukul 10:17 WIB.

Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat laju rupiah mampu mempertahankan tren penguatan di pekan ini. Rupiah sebagai aset emerging market dengan yield yang tinggi akan menjadi incaran pelaku pasar.

Sebaliknya, dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi kurang menarik.

Hal tersebut terlihat dari posisi spekulatif dolar AS menunjukkan beli bersih (net long) mengalami penurunan terhadap mata uang emerging market yang memiliki imbal hasil tinggi.

Padahal, bank sentral AS (The Fed) pada pekan lalu mengumumkan percepatan normalisasi kebijakan moneter. Suku bunga bahkan diproyeksikan naik 3 kali di tahun depan. Hal tersebut seharusnya bisa mendongkrak kinerja dolar AS, tetapi nyatanya malah mengalami tekanan di pekan ini.

Posisi spekulatif dolar AS yang tidak mengalami penambahan signifikan, dan penurunannya di pekan ini bisa menjadi sinyal dolar AS kemungkinan akan “dibuang”.

Sentimen pelaku pasar membaik setelah 3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya.

Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.

“Bagi kita sebagai individu, hasil studi tersebut menjadi sesuatu yang bagus,” kata Relf Reintjes, profesor epidemiologi di Hamburg University of Applied Sciences, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (23/12).

Tetapi ia juga menyatakan jika dilihat dari sudut pandang epidemiologi, penyebaran Omicron lebih cepat ketimbang varian sebelumnya. Jadi masyarakat dan sistem kesehatan masih dalam risiko tinggi.

Hal senada juga diungkapkan dr. Jim McMenamin, direktur di Publik Health Scotland, menyebut riset tersebut sebagai “kabar baik yang memenuhi syarat”, tetapi ia juga memperingatkan jangan menganggap remeh.

“Penting bagi kita untuk tetap berhati-hati. Dampak serius yang bisa ditimbulkan Omicron tidak bisa dianggap remeh,” kata McMenamin sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (22/12).

(sumber: cnbcindonesia.com)