KontraS Minta Luhut Jawab di Ruang Publik Ketimbang Somasi

canalberita.com — Kuasa hukum Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, Julius Ibrani menegaskan kritik yang dilontarkan kliennya tidak menargetkan pribadi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Pernyataan ini Julius sampaikan merespons somasi yang Luhut layangkan kepada Fatia karena menduga ia bermain tambang di Papua. Pernyataan ini diunggah di kanal Youtube milik pengacara Haris Azhar. Menurut Julius, kritik Fatia ditujukan pada jabatan publik yang menempel pada diri Luhut. Dalam sistem demokrasi, kata dia, kliennya berhak mangawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.

“Tentu saja kalau Luhut Binsar Pandjaitan bukan merupakan pejabat publik tidak akan masuk dalam konteks pengawasan dan kontrol publik terhadap jalannya pemerintahan,” kata Julius dalam konpers virtual, Selasa (31/8).

Julius juga menyebut bahwa pernyataan Fatia berdasarkan kajian koalisi LSM yang berjudul Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua. Kajian ini menyebut adanya dugaan konflik kepentingan dalam penempatan militer di Papua. KontraS merupakan salah satu lembaga yang terlibat dalam kajian itu.

Fatia lantas menjelaskan poin mengenai dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Intan Jaya itu di kanal Youtube Haris Azhar.

“Jadi ini merupakan runutan advokasi publik yang panjang dan merupakan tugas kelembagaan,” ujar Julius.

Selain itu, Julius meminta agar Luhut menjawab kritik Fatia di ruang publik dengan cara memberikan klarifikasi maupun menghadirkan riset tandingan. Sementara, menurut Isnur, somasi merupakan tindakan di ranah personal. Ia sangat menyayangkan tindakan Luhut yang melakukan somasi kepada Fatia.

“Menegasikan ruang publik lalu membawa kepada ruang personal ini ini yang kami khawatirkan menjadi satu bentuk tindakan represif oleh negara melalui pejabat negaranya,” tuturnya.

Pidana
Kuasa hukum Fatia yang lain, Asfinawati mengingatkan bahwa pejabat mesti menjauhi kepentingan. Asfinawati menilai persoalan ini menggambarkan indikasi tindak pidana korupsi.

Kalaupun tidak terdapat indikasi korupsi, kata Asfin, pejabat yang memiliki konflik kepentingan bisa diancam pidana.

“Ini sudah dinyatakan sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana di dalam Undang-Undang Pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Asfin.

Asfin mengatakan saat ini Indonesia memiliki Peraturan Presiden mengenai penerima manfaat dari korporasi. Perpres ini tidak hanya menyasar orang-orang yang menduduki jabatan penting di perusahaan seperti direksi maupun komisaris, melainkan sosok yang juga ikut menerima manfaat.

“Bukan hanya siapa yang duduk secara resmi di jajaran direksi dan komisaris, tapi siapa yang menerima manfaat meskipun dia sebetulnya tidak ada di dalam dokumen-dokumen itu,” jelas Asfin.

(Sumber: CNN)

kontrasLuhut