Kontribusi Sawit: Menjaga Terjadinya Inflasi Ekonomi Dunia

JAKARTA, Canal Berita — Perhatian Pemerintah Indonesia berfokus kepada penyediaan pasokan minyak goreng curah bagi seluruh rakyat Indonesia. Lantaran harga komoditas yang kian melangit di dunia, telah menyebabkan terjadinya disrupsi ekonomi global hingga menyebabkan terjadinya berbagai krisis. Keberhasilan pengendalian pasokan komoditas dan stabilitas harga menjadi kunci keberhasilannya.

Merujuk Laporang Bank Dunia terbaru, keberadaan ekonomi dunia sedang mengalami tantangan besar hingga di masa mendatang yaitu stagflasi. Menurut Bank Dunia, terjadinya inflasi yang terus meningkat di beberapa negara telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi global kian menyusut. Akibat adanya kenaikan harga komoditas dan meningkatnya kebutuhan masyarakat global akibat pandemi covid 19 yang masih melanda dunia.

Pada laporan Bank Dunia mengenai Prospek Ekonomi Global yang baru dirilis tersebut, ekonomi global diproyeksikan akan melambat pada tahun 2022, menjadi sekitar 2,9% per tahun. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan proyeksi pada bulan Januari 2022 yang diperkirakan sekitar 4,1%. Sedangkan, bila dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2021, ekonomi global tahun ini jauh lebih lambat, dimana tahun 2021, ekonomi global masih bertumbuh hingga 5,7%.

Adanya inflasi yang tinggi, menjadi alasan utama yang dikemukakan Bank Duia, sehingga menyebabkan melorotnya pertumbuhan ekonomi global. Menurut Bank Dunia, tingkat inflasi harga konsumen pada bulan April 2022, bila dibandingkan pada tahun sebelumnya mencapai 7,8% (yoy). Inflasi ini merupakan rekor tertinggi di dunia sejak tahun 2008 silam. Rata-rata inflasi di beberapa negara berkembang mencapai 9,4% (yoy), sedangkan di beberapa negara maju, inflasi tertinggi mencapai 6,9% (yoy).

Bahkan beberapa ekonom dunia, baru-baru ini, juga memprediksi adanya inflasi yang bakal berkepanjangan hingga menimbulkan stagnasi. Merujuk laporan Bank Dunia mengenai stagflasi, dikutip dari wikipedia, merupakan kondisi dimana pertumbuhan ekonomi yang lambat, disertai dengan angka pengangguran yang meningkat tinggi. Tingginya angka pengangguran akan berdampak terhadap melemahnya daya beli. Jadi bila terjadi kenaikan harga-harga karena pasokan atau suplai barang yang terbatas, maka kondisi inflasi tinggi akan terjadi pada suatu negara.

Adanya peringatan dini mengenai stagflasi Bank Dunia, serta turunnya proyeksi ekonomi global yang hanya akan bertumbuh sebesar 2,9%, merupakan bagian dari konsen Pemerintah Indonesia dalam mengelola Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Inflasi ekonomi di Indonesia, dapat terjadi, akibat adanya kenaikan harga-harga kebutuhan pokok (sembilan bahan pokok/sembako) yang dikonsumsi sebagian besar rakyat Indonesia. Minimnya pasokan dan harga jual yang tinggi di konsumen, juga menyebabkan tingginya angka inflasi di Indonesia. Itulah sebabnya, keberadaan minyak goreng sawit sebagai salah satu sembako di Indonesia, menjadi salah satu bahan pangan yang selalu dijaga pemerintah.

Adanya informasi dari Badan Pusat Statistik pada pertengahan Mei lalu, menjadi konsen pemerintah pula untuk mengatur tata kelola minyak sawit nasional menjadi lebih baik. Lantaran, akibat langkanya keberadaan minyak goreng dan tingginya harga yang dapat diperoleh konsumen telah menyebabkan inflasi hingga mencapai 0,19% pada periode April 2022.

Sebab itu, pasokan minyak goreng dan bahan bakunya, menjadi konsen utama dari Presiden Jokowi, untuk menjaga keberadaan pasokan di dalam negeri dan ketersediaannya, dapat diperoleh seluruh rakyat Indonesia dengan harga terjangkau. Merujuk instruksi Presiden Jokowi yang disampaikan secara daring pada 19 Mei silam.

Sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, memang pasokan minyak sawit global menjadi bagian dari tanggung jawab Indonesia. Namun, bila merujuk kepada laporan Bank Dunia, dimana keberadaan komoditas menjadi penting bagi suatu negara, maka keberadaan minyak sawit di Indonesia, juga menjadi sangat penting bagi ekonomi nasional. Sebab itu, keberadaan minyak sawit mentah (CPO), menjadi prioritas utama untuk memasok kebutuhan minyak goreng curah rakyat dan industri turunannya.

Pasokan CPO yang mencukupi di dalam negeri, guna memasok kebutuhan minyak goreng dan industri turunan di dalam negeri, merupakan prioritas utama pemerintah saat ini. Sebab itu, keberadaan industri minyak sawit juga mengalami disrupsi besar atas perubahan ini. Lantaran, industri minyak sawit selama 100 tahun lebih, berkembang komersil di Indonesia, merupakan industri yang menghasilkan produk dengan biaya rupiah dan tujuan utama dijual ke luar negeri untuk mendapatkan Dolar AS (US$) atau sering juga disebut sebagai base export industry.

Adanya Permendag no. 30 yang mengatur keberadaan ekspor CPO dan produk turunannya berbasis Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) merupakan bagian dari strategi pemerintah guna menjaga stabilitas pasokan dalam negeri yang mencukupi. Kendati, di sisi lain keberadaan minimnya pasokan di pasar global menyebabkan terjadinya inflasi tinggi di negara tujuan ekspor, lantaran pasokan minyak sawit asal Indonesia tidak didapatkannya.

Keberadaan pasokan bahan baku CPO dan ketersediaan minyak goreng curah rakyat dengan harga terjangkau sebesar Rp. 14.000/liter, juga diatur dengan ketat melalui berbagai aplikasi di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan guna memastikan suplai pasokan dan harga terjangkau yang diterima konsumen sesuai dengan peraturan pemerintah. Melalui Permendag no. 33, Kementerian Perdagangan, mengatur tata kelola perdagangan hingga konsumen yang membutuhkan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Dengan berbagai aturan tata kelola perdagangan yang lebih ketat, kini minyak goreng sawit menjadi produk penting yang dibutuhkan seluruh rakyat Indonesia. Demi menjaga stabilitas ekonomi nasional, minyak goreng sawit memiliki kontribusi besar dalam menopang stabilitas ekonomi negara dari minimnya pasokan minyak makanan dan harga jual yang mahal sehingga sulit terjangkau masyarakat. Alhasil, kontribusi minyak sawit menjadi produk nasional yang handal untuk mencegah terjadinya inflasi dan sebagai garda terdepan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebab itu, dibutuhkan kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan minyak sawit nasional, untuk melihat kebutuhan negara yang lebih besar dari sekedar keuntungan ekonomi semata. Di sisi lain, dibutuhkan pula kearifan pemerintah dalam mengatur tata kelola minyak sawit, supaya para petani kelapa sawit sebagai tulang punggung  utama mendapatkan keberpihakan harga jual hasil panennya (tandan buah segar/TBS) yang layak secara nilai ekonomi, sehingga dapat mencapai kesejahteraan hidup. Semoga.

Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama Canalberita.com dengan infosawit.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, 
grafis,  video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab infosawit.com.