Pasca Larangan Ekspor CPO Dicabut: 8 Pabrik di Bengkulu Tutup, Kalteng Masih Operasional Walau Tak Ada Pembeli CPO

PALANGKA RAYA, canalberita.com–Pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya sampai batas waktu yang belum ditentukan. Larangan tersebut berlaku sejak 28 April 2022 lalu.

Kebijakan negara tersebut dimaksudkan untuk menata ulang tata niaga minyak goreng dalam negeri yang terus melambung tinggi. Padahal Indonesia dikenal sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di Dunia.

Namun kebijakan tersebut berdampak terhadap harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Harga TBS terjun bebas, petani kelapa sawit menjerit. Sejumlah pabrik pengolahan CPO banyak tutup, kendati kebijakan tersebut telah dicabut pada 23 Mei 2022.

Seperti yang terjadi di wilayah Sumatra, pabrik CPO memilih tutup lantaran tidak ada pembeli. Di Provinsi Bengkulu, dilaporkan ada 8 pabrik CPO tutup, alasannya tangki CPO penuh karena tidak ada pembeli untuk ekspor.

Beruntungnya  belum terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Padahal Kalteng salah satu provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia.

Sekretaris GAPKI Cabang Kalteng, Bernhard Rizal Setyawan

 

Kepastian tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Kalteng, Bernhard Rizal Setyawan. Bahkan menurut Bernhard, sampai sekarang belum ada perusahaan yang berencana menghentikan operasional atau menutup pabrik CPO mereka walapun tidak ada pembeli.

“Meskipun CPO masih belum stabil di pasar global. Produksi TBS juga terus beroperasi seperti biasa dan tidak ada gangguan, sehingga tidak mempengaruhi pada pabrik sendiri,” jelasnya, saat dihubungi canalberita.com via whatsapp, Selasa (7/6/2022).

Lebih lanjut GAPKI Kalteng menjelaskan, harga TBS belum sepenuhnya normal seperti sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO dan turun saat adanya kebijakan larangan ekspor

“Puncak harga TBS terjadi pada bulan Maret – April mencapai harga tertinggi 3.700 per kg dan saat adanya kebijakan larangan ekspor turun menjadi Rp 1.800 per kg ditingkat petani,” rincinya.

“Sampai kebijakan larangan ekspor dicabut kondisi masih belum sepenuhnya normal, dikarenakan masih ada persyaratan khusus yang ditetapkan pemerintah untuk perusahaan-perushaan sektor hilir yang berorientasi ekspor sehingga harga TBS diperkirakan hanya berkisar 2.000 – 2.800 per kg pada bulan Mei,” timpalnya.

(CNB1)