Standar Berkelanjutan di Sawit Terus Berubah, Mendorong Proses yang Lebih Mahal

CANALBERITA.COM – Diungkapkan Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPB), pihak perkebunan kelapa sawit di Malaysia khawatir bahwa standar berkelanjutan yang diettapkan terus berubah dan sulit untuk dipatuhi, terutama bagi petani sawit kecil, karena perkebunan sawit di Malaysia akan terus menangani aspek keberlanjutan dan mengoreksi persepsi dan tuduhan negatif terhadap minyak sawitnya.

Dirjen MPOB, Datuk Dr Ahmad Parveez Ghulam Kadir mencontohkan, seperti isu perjanjian dagang antara Indonesia – Uni Eropa, telah menggunakan skim Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) sebagai perbandinagnnya, yang keduanya menggunakan standar yang lebih maju, terutama RSPO. RSPO dan ISCC adalah tolok ukur yang ditetapkan oleh Uni Eropa (UE).

Standar yang lebih baru, yang juga mencakup sertifikasi Malaysian Palm Oil Sustainable (MSPO), tidak akan dapat mencapai level yang sama seperti yang pernah dicapai. RSPO akan diubah lagi dan diperketat,” kata Ahmad Parveez pada forum hybrid bertajuk “Perjanjian Perdagangan dan Permintaan Produk”, yang diselenggarakan bersama oleh World Trade Institute yang berbasis di Bern, Swiss, Institut Studi Malaysia dan Internasional (IKMAS UKM), dan MPOB-UKM, seperti di lansir The Edge Markets.

Lebih lanjut tutur dia, menjadi tidak adil menggunakan standar sebagai patokan. Terlebih skim RSPO adalah standar untuk Business to business (B to B) dan memerlukan biaya keanggotaan setiap tahun dan biaya audit yang lebih tinggi, sangat sulit bagi RSPO untuk melibatkan petani sawit. Sebab itu wajar bilamana persentase petani kecil bersertifikat RSPO masih sangat sedikit.

Selain itu, dia mengatakan bahwa perubahan terus-menerus dari standar RSPO dan persyaratan kepatuhan akan membuatnya membutuhkan biaya tinggi dari waktu ke waktu, alhasil minyak sawit kehilangan daya saing dalam jangka panjang.

Negara maju juga perlu mengakui standar nasional seperti MSPO karena saat ini tidak ada indikasi standar tersebut diakui oleh mereka karena tetap mengacu pada standar yang lebih maju dan ketat. Mereka perlu lebih terbuka untuk melihat dan menghargai kontribusi lain, terutama selama negosiasi,” katanya.

(sumber: infosawit.com)