Gemerlap Artis, Malaikat Kubur dan Kinclong Investasi Bodong

CANALBERITA.COM – Makin hari deretan artis yang dipanggil dan diperiksa oleh penyidik polisi makin banyak terkait dengan kasus dugaan investasi bodong.
Semakin ramai diperiksa, semakin ramai juga wacana dan pertanyaan, bukankah para artis juga memiliki hak atas upah atau prestasi yang mereka lakukan dari si pemberi kerja atau pemberi kontrak, yang kemudian dituduh sebagai pelaku penipuan, penggelapan dan pencucian uang?

Gambaran singkat di atas jelas dan klasik, ada benturan hak hukum antara si artis dengan penegak hukum plus masyarakat.

Salah satu hak hukum para artis adalah mereka dianggap memiliki itikad baik. Walaupun demikian, harus tetap ada yang diuji: Apakah mereka benar-benar memiliki itikad baik?

Itikad baik artinya, tidak tahu sumber keuangan, tidak tahu cara kerja pemberi pekerjaan atau pemberi uang. Atau bahkan tidak terlibat dalam pekerjaan si pemberi uang atau materi.

Lalu bagaimana dengan proses hukum dan beban pembuktian? Beban ini ada di tangan penyidik. Prosesnya patut memperhatikan due process of law yang sudah diatur dalam aturan main hukum yang berlaku.

Sampai disini, sudah saatnya para artis dan seleb ‘kudu’ paham hukum acaranya. Tidak boleh mudah menyerahkan bukti atau materi yang diberikan tanpa adanya bukti kejahatan: terlibat dalam kejahatan dan hasil diberikan ke si artis, dan bukti mengetahui kejelasan atau tidaknya jenis usaha yang dilakukan.

Dalam hukum ini disebut sebagai ‘turut serta’.

Jika tetap harus disita, maka harus jelas untuk proses penyidikan atau pembuktian apa. Sebaliknya jika memang harus disita, akan tetapi si artis atau seleb membutuhkan materi tersebut bisa dilakukan pelepasan beban sita atas dasar atau alasan-alasan tertentu yang melampai hukum, seperti biaya hidup.

Intinya, tidak perlu panik di balik menor dan gemerlapnya kehidupan artis dan seleb.

Kasus pemidanaan ini menjadi pelajaran penting atas praktik yang tidak terkoreksi selama ini. Para artis dan seleb menikmati ‘decak kagum’ masyarakat. Padahal, ada sejumlah rantai sosial ekonomi yang membelenggu antara hubungan artis dengan masyarakat.

Para artis hidup dari konsumsi masyarakat atas performa produk, visual atau ekspresi para artis. Baik itu produk barang ketika artis menjadi brand ambassador, endorsement, hingga pengisi acara pelbagai acara.

Mudah sekali untuk menggambarkan bahwa kehadiran para artis, seleb, public figure menaikkan nilai jual, promosi, bobot produk termasuk produk acara di mata publik atau masyarakat, dengan harapan menjadi produk unggulan, dikonsumsi masyarakat, atau diidolakan.

Akan tetapi, artis atau seleb penting juga memahami konteks akuntabilitas produk atau prosesnya ketika dirinya akan terlibat.

Seperti malaikat dalam kubur, perlu diterapkan pertanyaan “dari mana uang (sponsor acara)? Dipakai untuk apa?”

Penting memahami sumber pendanaan produk dan produksi selain ditanyakan apa peran yang diminta dilakukan oleh si artis atau seleb. Sebagai contoh, artis yang menjadi brand iklan sebuah produk es krim, apakah dia memahami upah buruhnya? Atau endorse pada sebuah layanan pengiriman barang daring yang kemudian diketahui ternyata bahwa upah pengirimannya sangat rendah bagi buruh ojol yang didaftar sebagai mitra.

Penting bagi artis atau seleb memiliki pengetahuan di atas, selain membayar pajak. Kecakapan sosial kemanusiaan juga penting, karena hukum makin dituntut untuk pro pada kemanusiaan dan moral sosial yang semakin timpang.

Singkatnya, semakin terjadi krisis sosial dan ketimpangan, semakin kritis sebuah masyarakat. Plus, penegak hukum yang semakin canggih dan agresif, terlepas perdebatan kualitas dan moralitasnya.

Di sisi lain, asosiasi artis atau seleb menjadi penting.

Organisasi ini baiknya berupa formal, dan tidak hanya muncul ketika ada masalah. Akan tetapi perannya hadir sejak ‘masa tenang’. Saat tenang, belum ada masalah, asosiasi bisa melakukan edukasi bagi artis atau seleb untuk memahami perkembangan sektor dunia profesi mereka, misalnya akuntabiltas bisnis dan keuangan hingga terhindar dari jeratan hukum.

(sumber: cnnindonesia.com)