Gara-gara SK Menteri LHK, Orang Dayak Terancam Kehilangan Pekerjaan di PT BMB

CANALBERITA.COM – Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : Sk.01/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan berdampak luas  dari berbagai aspek.

Salah satunya ribuan karyawan perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit di Kalimantan Tengah terancam kehilangan pekerjaan. Ironisnya, dari jumlah karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan tersebut merupakan asli putra daerah Suku dayak.

Seperti yang dialami PT Berkala Maju Bersama (BMB) akibat SK Menteri LHK RI  Nomor : Sk.01/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Dari 900 orang lebih karyawan PT BMB, sebanyak kurang lebih 75 % merupakan penduduk lokal setempat yang terancam menjadi pengangguran.

Seperti diketahui, PT BMB didirikan pada tanggal 16 April 2011 melalui akta pendirian No.25 dihadapan Notaris R.A Setiyo Hidayati, S.H., M,H yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Hak Asasi Manusia Nomor : AHU-56325.AH.01.01 Tahun 2011 yang mana salah satu pemiliknya adalah Cornelis N Anton putra Asli Dayak dari pedalaman Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Dengan kawasan operasi sebesar 9.445.46 Ha yang juga bermitra dengan skema Petani Plasma di Kecamatan Kurun dan petani mandiri di Kecamatan Manuhing dengan dengan pengelolaan masing-masing 3.000 Ha.

H Rudy Tresna Yudha SH, MKn selaku Senior Maneger Legal & HRGA PT BMB menerangkan, adaya isu pencabutan izin pelepasan kawasan hutan konversi yang sudah diperoleh PT BMB dikhawatirkan akan sangat berdampak pada aspek perizinan perusahaan, aspek sosial, aspek ketenagakerjaan, aspek pembiayaan perbankan dan aspek-aspek lainnya.

“Yang kita pikirkan adalah nasib ribuan karyawan, yangmana lebih dari 900 karyawan akan kehilangan pekerjaan yang sebagian besar merupakan pekerja lokal (Suku Dayak). Karena hakekatnya PT BMB untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal Gunung Mas, dimana Kabupaten Gunung Mas merupakan kabupaten pemekaran,” ungkap H Rudy Tresna Yudha kepada awak media di Yandro’s Bar & Coffee, Sabtu 8 Januari 2022.

Dikatakannya, PT BMB sudah mengantongi SK Pelepasan Kawasan sejak 2014 dan juga telah mengantongi izin usaha perkebunan (IUP) seluas 1.200 Ha. Termasuk sudah terdaftar dalam OSS, dan hal ini tentunya akan sangat kontradiktif dengan SK KLHK, yaitu pada sisi perizinan kehutanan dan perkebunan.

Sementara itu lanjutnya, dari sisi Hukum Pertanahan, PT BMB sudah memiliki HGU seluas 9.445.56 Ha yang juga mencakup luasan pelepasan kawasan seluas 8.559 Ha yang sudah ditanami dan telah berdiri pabrik kelapa sawit (PKS) di Kecamatan Manuhing dengan kapasitas 45-60 ton/jam.

“Dengan kondisi ini, artinya SK Kementerian KLHK tersebut menambah ketidakjelasan status dan fungsi areal saat ini. Dimanan HGU hanya dapat terbit di area APL,” jelasnya.

Menurutnya, permasalahan ini tentunya akan menimbulkan gejolak di masyarakat jika izin PT BMB dicabut. Belum lagi nasib masyarakt sekitar yang menjadi peserta kebun plasma yang juga akan merasakan dampak kerugian dari adanya SK KLHK tersebut.

“Selama ini kita dari PT BMB belum pernah mendapat surat teguran atau peringatan tertulis dari Dinas atau Kementerian sendiri, namun tiba-tiba keluar SK Menteri LHK,” cetusnya.

(CNB1)