Rupiah Bergerak Liar di Awal Perdagangan, Ada Apa?
CANALBERITA.COM – Nilai tukar rupiah bergerak liar melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (28/1) meski sedang ada tekanan besar khususnya dari eksternal. Dalam empat hari perdagangan sebelumnya rupiah belum pernah melemah, rinciannya 3 kali melemah dan sekali stagnan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,17% ke Rp 14.360/US$. Penguatan sempat terakselerasi menjadi 0,24%, tetapi tidak lama terpangkas hingga tersisa 0,03% saja di Rp 14.380/US$ pada pukul 9:08 WIB.
Pergerakan liar rupiah tersebut terjadi akibat besarnya tekanan dari eksternal, serta kemungkinan intervensi yang dilakukan Bank Indonesia
Bank sentral AS (The Fed) dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari mengindikasikan akan menaikkan suku bunga di bulan Maret, dan akan lebih agresif lagi di tahun ini. Alhasil, rupiah mengalami tekanan hebat kemarin.
Meski demikian, pelemahan rupiah tersebut terbilang masih normal, tidak ada gejolak yang berlebihan meski The Fed akan sangat agresif menormalisasi kebijakannya di tahun ini. Rupiah hanya melemah 0,24% kemarin.
Namun tekanan bagi rupiah masih belum berakhir, indeks dolar AS pada perdagangan Kamis melesat 1,33% ke 97,225 yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2020. Kenaikan tersebut menyusul rilis pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV-2021 yang melesat 6,9% (tahunan).
Capaian yang diumumkan Departemen Perdagangan tersebut melampaui ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang hanya memperkirakan angka pertumbuhan sebesar 5,5% secara tahunan.
Hal ini tersebut menguatkan ekspektasi The Fed akan sangat agresif di tahun ini dan berisiko membuat rupiah jeblok. The Fed Kamis dini hari kemarin mengindikasi akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, dan kemungkinan besar di bulan Maret.
“Dengan inflasi jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite (Federal Open Market Committee/FOMC) memperkirakan akan tetap untuk segera menaikkan rentang target suku bunga (Federal Funds Rate/FFR),” tulis pernyataan The Fed.
Sejak pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda, The Fed membabat suku bunganya hingga menjadi 0% – 0,25%. Dengan pengumuman kali ini, pasar semakin yakin FFR akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% – 0,5% di bulan Maret.
Tidak hanya itu, The Fed juga diperkirakan bisa menaikkan suku bunga lebih dari 3 kali di tahun ini melihat pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell yang menyebut inflasi masih berisiko meninggi.
“Risiko inflasi masih naik dalam pandangan FOMC begitu juga dengan pandangan pribadi saya. Ada risiko cukup besar inflasi yang kita alami saat ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Ada juga risiko inflasi akan semakin tinggi. Kami harus berada pada posisi di mana kebijakan moneter bisa mengatasi semua kemungkinan yang ada,” kata Powell dalam konferensi pers usai pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir CNBC International.
Bank investasi ternama, Goldman Sachs sudah memprediksi Jerome Powell akan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak lagi akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.
(sumber: cnbcindonesia.com)