Berebut Kebun Sawit 1.650 Ha di Riau, Anthony Hamzah Gigit Jari

canalberita.com — Sengketa lahan perkebunan sawit antara kubu Anthony Hamzah, Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) dengan PTPN V, berakhir. Setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak gugatan kubu Anthony.

Keputusan MA ini dinilai berkekuatan hukum tetap (inkracht), atau tidak bisa digugat lagi. Di mana, MA menolak gugatan pengembalian 1.650 ha kebun sawit di Desa Pangkalan Baru, Kabupaten Kampar, Riau kepada Kompas-M kubu Anthony Hamzah. “Dengan demikian, maka permasalahan ini telah ada putusan inkrah. Sehingga secara legal, perjanjian antara Kopsa-M dan PTPN V yang disepakati pada tahun 2003, 2006 dan 2013 lalu, sah dan masih berlaku serta menjadi undang-undang antara keduanya,” kata kuasa hukum PTPN V, Sadino, dikutip dari sindonews.com, Jumat (17/09/2021).

Akademisi pasca sarjana Universitas Al-Azhar Indonesia ini, mengatakan, Kopsa-M kubu Anthony Hamzah sudah pernah menggugat PTPN V di Pengadilan Negeri Bangkinang Kampar pada 2019. Hasilnya, tuntutan mereka ditolak seluruhnya oleh majelis hakim.

Dalam gugatan kala itu, Anthony meminta majelis hakim agar PTPN V membayar kerugian materil Rp129 miliar, melunasi utang di Bank Mandiri dan di PTPN V. Tak cukup itu, Anthonu menuntut agar PTPN V mengembalikan kebun sawit seluas 1.650 hektar beserta jaminan kredit berupa surat hak milik (SHM) dan meminta pengadilan menyatakan PTPN V telah gagal membangun kebun Kopsa M. Serta menetapkan PTPN V telah wan prestasi terhadap isi perjanjian.

Usai putusan atas registrasi perkara No 99/Pdt.G/2019/PN.Bkn tersebut, Kopsa-M Kubu Anthony mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada Maret 2020. Keputusannya, Pengadilan Tinggi, justru menguatkan putusan tingkat pertama. “Gagal di tingkat banding, Anthony mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun pada Juni 2021, kasasi tersebut dicabut,” tukasnya.

Lebih jauh, dia menyebutkan, PTPN V adalah bapak angkat, sekaligus avalis kebun Kopsa-M yang merupakan kebun dengan pola Koperasi Kredit Primer untuk Anggota (KKPA). Di mana, seluruh lahannya berasal dari masyarakat.

Dia menjelaskan, pemuka masyarakat melalui Kopsa-M dan ketua suku adat setempat, pada 2001, meminta PTPN V membangun perkebunan sawit. Selanjutnya, PTPN V setuju dan mulai membangun kebun dengan pola KKPA.

Saat itu, lanjut Sadino, total luas lahan yang disebutkan masyakarat untuk dibangun perkebunan disepakati 4.000 hektar (ha). Terdiri dari kebun Kopsa-M seluas 2.000 ha, kebun inti 500 ha, kebun sosial masyarakat Desa Pangkalan Baru 500 ha, dan kebun sosial 1.000 ha.

“Setelah diukur, ternyata arealnya tidak cukup. Sehingga dari beberapa tahap pembangunan, yang terbangun seluas 1.650 ha kebun untuk Kopsa-M sendiri. Dan, PTPN V tidak mendapatkan kebun inti sama sekali, seperti yang disepakati di awal. Ada surat ninik mamak yang menyatakan areal tidak tersedia untuk kebun inti. Sehingga, batal dibangun,” ujarnya.

Terkait informasi bahwa kebun sawit seluas 1.650 ha itu dikuasai PTPN V bahkan disebut merampas tanah rakyat, ditolaknya mentah-mentah. Dijelaskan, perkebunan pelat merah ini, tidak pernah merampas tanah warga. “Sampai saat ini tanah dan asetnya sepenuhnya dikuasai oleh Kopsa-M. Tidak ada sejengkalpun kebun inti PTPN V, ada di sana,” tegasnya.

 

Info SAWIT