Kisah Perantau Gesit Sukses di Kawasan Sawit
CANALBERITA.COM — Mereka yang ingin sejahtera bisa meniru Tajuddin, perantau asal Wajo, Sulawesi Selatan yang sukses di Desa Bulu Mario, Sulawesi Barat. Usaha dan perjuangannya tidak sia-sia. Toko bahan bangunan dan kebutuhan pertanian miliknya besar dan ramai dikunjungi banyak pelanggan.
“Awalnya ke sini karena ikut-ikut keluarga saja,” kata pria ramah berusia 48 tahun ini singkat ketika bercerita tentang alasannya hijrah pada tahun 2002 ke kawasan yang sekarang dikenal sebagai bagian dari Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Niat Tajuddin memang satu: hendak berniaga di tempat baru.
Ia membeli lahan tempat tinggal, juga kebun untuk ditanami komoditas yang dinilai laku di pasaran. Seperti saudara lainnya, kala itu Tajuddin menanam jeruk dan menjual hasil panennya ke masyarakat. Ia mulai merasakan peningkatan kesejahteraan. Usahanya tampak mendatangkan hasil. Tapi, menurutnya, lompatan besar terjadi ketika ia mengaitkan bisnisnya dengan perkebunan kelapa sawit.
Desa Bulu Mario, Sulawesi Barat, sejak akhir 90-an memang dikenal sebagai kawasan yang tengah menggeliat. Masa itu ditandai dengan kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit. Salah satunya, grup Astra Agro yang pada 1996 mendirikan PT Surya Raya Lestari di Desa Sarudu, bersebelahan dengan desa tempat tinggal Tajuddin.
Melihat banyak peluang keuntungan yang lebih menggiurkan, tahun 2006 ia dengan gesit mulai mengganti jenis tanaman. Tajuddin beralih menanam kelapa sawit, tanaman yang juga ditanam tetangga-tetangganya sesama petani. “Perawatannya mudah,” kata Tajuddin.
Lebih dari sekadar mudah, menurut pria tamatan sekolah dasar ini, ketertarikannya dengan kelapa sawit juga dipicu tawaran dan program Income Generating Activity (IGA) dari PT Suryaraya Lestari yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat panen, keberhasilan yang dirasakan teman-temannya ia alami juga. Tajuddin banyak mereguk untung.
Untung itu tak langsung membuatnya foya-foya. Jiwa bisnis menuntunnya memutar kembali keuntungan-keuntungan itu menjadi modal usaha. Misalnya, dengan membeli lahan sehingga luasan yang ia miliki terus bertambah. Tahun 2019 ini misalnya, luasan kebun sawit miliknya tak kurang dari 5 hektare.
Usahanya makin bersinar karena ia terus melihat potensi besar dari kelapa sawit. Setelah menjadi petani, ia membuka peluang lagi dengan perusahaan. Tajuddin mengajukan pinjaman ke Lembaga Keuangan Mikro Mitra Surya yang didirikan PT Suryaraya Lestari. Lembaga ini dirancang perusahaan agar masyarakat semakin terbantu dari sisi finansial, sebagai simpan pinjam maupun bantuan pembinaan manajemen keuangan.
“Saya mendaftar jadi anggota LKM dan pinjam uang untuk usaha ini,” ujar Tajuddin sambil menunjuk tokonya yang penuh berisi dagangan berupa bahan bangunan seperti besi-besi, kaca, kayu, dan lainnya. Tak cuma itu, yang menurutnya sangat laku adalah barang-barang yang dibutuhkan petani sawit untuk merawat dan melancarkan operasional kebun mereka. Seperti obat anti hama, mesin pompa penyemprot, mesin pemotong rumput, alat-alat panen, dan sebagainya.
“Alhamdulillah, karena berkebun sawit tidak terlalu susah, bisa banyak waktu juga untuk jaga toko,” ujar pria yang sudah dikarunia tiga anak dan tengah menanti tahun keberangkatan ke tanah suci ini. Efek sawit menjadi kunci perubahan.
Menurutnya, karena penghasilan masyarakat meningkat, daya beli mereka pun terdongkrak. Naik. Itu sebabnya, Tajuddin mengaku menjadi saksi pertumbuhan wilayahnya. Infrastruktur jalan makin bagus, pasar tumbuh, bank bermunculan, usaha-usaha pun menjamur dan dikunjungi banyak pelanggan. Termasuk toko bahan bangunan dan alat pertanian miliknya.
“Perusahaan memberi pinjaman bibit, pelatihan dan dukungan agar para petani berhasil,” ujar Community Development PT Suryaraya Lestari, Silmi Nathar.
Dengan kebijakan semacam itu, banyak warga tak terkecuali perantau menjadi sukses di wilayah Pasangkayu, maupun Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) yang mmeiliki potensi lahan kelapa sawit terbesar di Sulbar.
(fajar.co.id)